Skip to Main Navigation
publication 18 November 2020

Mengukur Kualitas Pelayanan Pendidikan Kementerian Agama: Survei Indikator Pelayanan Pendidikan 2020



Mengenai laporan

  • Indonesia telah mencapai kemajuan yang signifikan dalam sektor pendidikan, diantaranya dengan peningkatan dalam tingkat partisipasi dan kesetaraan gender. Namun demikian, hasil belajar siswa masih rendah seperti yang diukur pada ujian nasional dan asesmen internasional.
  • Atas permintaan Pemerintah Indonesia, Bank Dunia melaksanakan survei Service Delivery Indicator (SDI) untuk mengukur kinerja dan kualitas layanan pendidikan. Survei ini dilaksanakan di 263 sekolah di bawah naungan Kementerian Agama (Kemenag) dan 87 sekolah di bawah naungan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) yang tersebar di seluruh negeri.
  • Laporan ini menyajikan analisis data yang diperoleh dari survei tersebut dan berupaya untuk menjawab: 'Apa yang dilakukan, diketahui, dan dimiliki guru terkait dengan hasil pembelajaran siswa?’.

Download laporan (.pdf) | Rangkuman (Bahasa .pdf)Presentasi (.pdf)

Temuan utama

  • Pembelajaran Siswa. Di semua jenis sekolah, rata-rata siswa tertinggal 1,5 tahun dari tingkat pembelajaran yang diharapkan untuk siswa kelas 4, dimana hal tersebut  menunjukkan krisis pembelajaran. Kurang dari sepertiga (28 persen) siswa yang duduk di Kelas 4 baru benar-benar mampu untuk membaca saat menduduki Kelas 4.
  • Ketidakhadiran Guru. Tingkat ketidakhadiran guru yang tinggi dalam sistem pendidikan dasar di Indonesia, dengan hampir satu dari empat guru (23,5 persen) tidak hadir di kelas pada hari tertentu. Sebagian besar dari ketidakhadiran ini secara resmi diizinkan, yang menunjukkan bahwa secara sistem memungkinkan banyak sekali guru yang absen.
  • Pengetahuan Guru.  Pada seluruh sampel guru yang diambil menunjukkan bahwa nilai guru dalam tiga bidang yakni bahasa Indonesia, matematika, dan pedagogi sangat rendah.
  • Materi Pembelajaran. Hanya kurang dari setengah (47,4 persen) siswa di sekolah memiliki buku teks untuk mata pelajaran yang diamati. Hampir sepertiga (29,4 persen) ruangan kelas 4 yang diamati tidak memiliki sarana pengajaran yang memadai bagi siswa, seperti papan tulis, kapur tulis, pulpen, pensil, dan buku catatan.
  • Infrastruktur. Lebih dari 40% sekolah  kekurangan infrastruktur yang memadai, yang diartikan sebagai ketersediaan toilet fungsional untuk siswa dan pencahayaan yang cukup di dalam ruang kelas. Hanya setengah dari sekolah yang disurvei memiliki fasilitas cuci tangan yang layak dengan air mengalir dan sabun, dimana hal ini merupakan perhatian penting untuk keamanan ketika kembali ke sekolah selama pandemi COVID-19.
  • Persepsi Siswa. Siswa kelas 4 yang diamati memiliki persepsi positif tentang keahlian dan keterampilan pedagogi guru mereka, terutama dalam hal memberikan dukungan emosional. Dimana lebih dari 80 persen siswa mengatakan bahwa guru mereka mendorong mereka untuk selalu melakukan yang terbaik, dan sebagian besar siswa merasa bahwa setiap orang tahu apa yang harus mereka lakukan dan pelajari.
  • Perbedaan Gender. Siswa perempuan mengungguli siswa laki-laki dengan selisih yang besar di hampir semua mata pelajaran (5 poin persentase lebih tinggi dalam matematika dan bahasa Arab, dan 4 poin persentase lebih tinggi dalam bahasa Indonesia).
  • Selain tantangan di atas, pandemi COVID-19 yang sedang berlangsung akan berdampak besar bagi kemajuan pendidikan Indonesia. Meskipun pemerintah telah mengambil banyak langkah secara tepat waktu untuk mendukung pembelajaran dari rumah, namun pandemi masih cenderung mengurangi efektivitas pembelajaran dan memperbesar ketidaksetaraan yang ada.
  • Hasil survei SDI menunjukkan kelemahan utama dalam sistem pendidikan Indonesia, negara yang baru-baru ini ditetapkan sebagai negara berpenghasilan menengah ke atas. Untuk melanjutkan reformasi pendidikan dan mencapai hasil yang lebih baik, Indonesia dapat fokus pada isu-isu kunci berikut ini:
    • Memperkuat akuntabilitas. Bertindak untuk meminta pertanggungjawaban guru dan kepala sekolah dalam menggunakan waktu siswa secara efektif. Hal Ini dimulai dengan hadir dan mengajar selama waktu kelas, serta mengurangi tugas resmi yang tidak berhubungan dengan aktivitas mengajar.
    • Merekrut kandidat guru-guru terbaik. Memanfaatkan gelombang guru yang pensiun dalam beberapa tahun ke depan untuk hanya merekrut guru dengan tingkat pengetahuan materi pelajaran dan kemampuan pedagogi yang tinggi.
    • Meningkatkan ketersediaan infrastruktur dan buku teks pelajaran. Membantu semua sekolah mencapai tingkat infrastruktur minimum yang memadai dengan memastikan dana infrastruktur yang sudah mengalir ke pemerintah daerah saat ini digunakan untuk menargetkan sekolah-sekolah paling membutuhkan. Kemdikbud dan Kemenag dapat bekerja sama dengan pemerintah daerah untuk segera mengatasi krisis kekurangan ketersediaan buku teks bagi siswa.
    • Menciptakan pendidikan anak usia dini yang berkualitas dan dapat diakses oleh semua orang. Pemerintah Kabupaten dan kota dapat mengalokasikan porsi yang lebih besar dari anggaran pendidikan yang ada untuk memperluas akses pendidikan yang berkualitas tinggi ke layanan pendidikan anak usia dini (PAUD) selama dua atau tiga tahun bagi setiap anak.
    • Mengatasi kesenjangan gender dalam hasil pembelajaran. Ketika mempertimbangkan perbaikan dalam pelatihan guru dan reformasi kurikulum, Kemdikbud dan Kemenag dapat mempertimbangkan cara untuk membuat pengajaran lebih menarik bagi siswa laki-laki agar membantu mereka tetap fokus dan belajar dengan lebih baik. Pendekatan ini harus mampu mengupayakan peningkatan hasil belajar bagi semua siswa, baik laki-laki maupun perempuan.
    • Melibatkan pemangku kepentingan (stakeholder) dan menyelaraskan persepsi. Studi ini dan beberapa studi lainnya menemukan bahwa pelajar di Indonesia memiliki tingkat kepuasan yang tinggi di tengah tingkat pembelajaran yang rendah. Hasil belajar siswa dapat meningkat dengan memberikan orang tua, komite sekolah, dan masyarakat informasi yang relevan dan terarah tentang prestasi belajar siswa tersebut, sekaligus mendukung guru untuk mengidentifikasi dan mengatasi kesenjangan pembelajaran.
    • Meningkatkan upaya untuk mengatasi kekurangan gizi/malnutrisi dan dampaknya, termasuk stunting. Siswa yang sarapan baik di rumah, di luar maupun di sekolah pada hari dilakukan evaluasi memperoleh hasil yang lebih baik pada semua mata pelajaran. Oleh karena itu,upaya pada semua tingkat pemerintahan untuk mengatasi malnutrisi dan dampaknya, termasuk stunting, perlu ditingkatkan.

Laporan ini dibuat dengan dukungan dana dari Pemerintah Australia (Departemen Luar Negeri dan Perdagangan) di bawah program Improving Dimensions of Teaching, Education Management, and Learning Environment (ID-TEMAN).