WASHINGTON D.C., 19 Juli 2018 - Sebanyak 4,3 juta pengguna tanah individu dan kelompok masyarakat, pemerintah dan swasta, akan memperoleh manfaat dari program baru senilai US$200 juta untuk mendukung reformasi agraria pemerintah Indonesia. Dewan Direktur Eksekutif Bank Dunia, telah menyetujui Program to Accelerate Agrarian Reform, juga dikenal sebagai One Map Program, yang akan membantu pengguna tanah memperoleh kejelasan dan keamanan dalam hal kepemilikan dan akses ke tanah dan sumberdaya alam.
Program ini akan mempercepat upaya pemerintah di sektor agraria melalui pemetaan partisipatif, layanan informasi tanah elektronik, dan pendaftaran tanah yang sistematis dan lengkap. Program tersebut juga akan meningkatkan sinkronisasi perencanaan tata ruang dan pengambilan keputusan di seluruh instansi pemerintah juga pengguna umum secara lebih luas serta membantu Indonesia memenuhi target pengurangan emisi gas rumah kaca, yang dua-pertiganya berasal dari konversi penggunaan lahan.
“Dukungan yang diberikan oleh Bank Dunia akan memodernisasi sistem dan layanan administrasi pertanahan kami melalui Sistem Informasi Tanah elektronik yang lebih maju. Bank Dunia mendukung program reformasi agraria, dan salah satu tujuan pentingnya adalah memetakan wilayah atau pemukiman atau perbatasan di Indonesia," kata Sofyan A. Djalil, Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional.
Ada sekitar 126 juta bidang tanah di Indonesia, dan saat ini 51 juta telah memiliki sertifikat. Melalui Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap, yang dimulai pada 2017, target pemerintah adalah mendaftarkan setiap bidang tanah di Indonesia pada tahun 2025.
Sistem informasi tanah yang terpecah dan tidak lengkap menghambat pengelolaan dan tata kelola tanah dan sumberdaya alam di Indonesia. Program One Map akan secara signifikan mengurangi hambatan tersebut dengan mengembangkan konsep satu peta tunggal untuk mengelola seluruh tanah di Indonesia.
“Reformasi agraria merupakan landasan penting dalam pembangunan suatu negara karena akan membawa kejelasan penggunaan tanah, hak akses dan lisensi, yang pada akhirnya membantu mengurangi tingkat kemiskinan dan ketimpangan pendapatan,” kata Rodrigo A. Chaves, Kepala Perwakilan Bank Dunia untuk Indonesia dan Timor-Leste. “Indonesia saat ini berada di jalur yang tepat untuk mencapai sasaran mensertifikasi dan mendaftarkan setiap bidang tanah di Indonesia pada tahun 2025. Kami sangat bangga menjadi mitra dalam upaya ini.”
Namun, masih ada beberapa tantangan utama. Kurangnya data geospasial beresolusi tinggi yang konsisten dan terverifikasi di lapangan telah mengakibatkan klaim tumpang tindih, ketidakpastian kepemilikan dan tata kelola lahan yang lemah. Ketidakjelasan secara keseluruhan menyulitkan penegakan hukum dan peraturan yang dirancang untuk mengelola sumberdaya tanah secara berkelanjutan. Pengalaman global mendorong sistem terpadu untuk mendaftarkan seluruh tanah dan hak penggunaan termasuk tanah negara.
Wilayah sasaran untuk proyek ini adalah provinsi yang menjadi prioritas bagi reformasi agraria pemerintah, juga provinsi yang rentan terhadap kebakaran hutan, terutama akibat konflik penggunaan lahan. Di Sumatra provinsi-provinsi tersebut adalah Riau, Jambi dan Sumatra Selatan, sedangkan di Kalimantan adalah provinsi Kalimantan Timur, Tengah, Barat dan Selatan.
Dukungan Bank Dunia terhadap sektor agraria Indonesia merupakan komponen penting dari Kerangka Kerja Kemitraan Negara Kelompok Bank Dunia untuk Indonesia, yang memberi fokus pada prioritas pemerintah dengan dampak besar pada pembangunan. Global Affairs of Canada dan Department of Foreign Affairs and Trade Pemerintah Australia mendukung persiapan proyek ini.