Hutan tropis di Indonesia menjadi sumber pangan, bahan bakar, tempat tinggal, dan penghidupan bagi lebih dari seperlima penduduk negara ini. Selain itu, hutan juga menjadi sumber daya yang penting dalam upaya melawan perubahan iklim.
Akan tetapi, sebagian masyarakat yang bergantung kepada hutan Indonesia, yang merupakan hujan tropis terbesar ketiga di dunia, sebagai sumber mata pencaharian, masih menghadapi kesulitan ekonomi seperti tingkat kemiskinan yang tinggi dan masih terbatasnya peluang untuk menggarap lahan di sekitar hutan.
Program Reforma Agraria Pemerintah Indonesia berupaya untuk mengurangi kemiskinan dan mendorong pembangunan ekonomi pedesaan dengan memberi akses legal hak pengelolaan kawasan hutan kepada masyarakat lokal dan masyarakat adat. Program Perhutanan Sosial, yang diluncurkan pada tahun 2015, menjadi langkah penting untuk mencapai target tersebut.
Program Perhutanan Sosial berupaya untuk memberi hak pengelolaan secara legal kawasan hutan negara seluas 12,7 juta hektare kepada masyarakat agar mereka dapat mengelola hutan secara lestari sebagai sumber mata pencaharian dan upaya pelestarian hutan. Hingga akhir tahun 2023, hampir 10.000 izin Perhutanan Sosial telah diterbitkan di seluruh Indonesia, meliputi area seluas 6,4 juta hektare, yang mencakup 251.000 hektare hutan adat (yakni hutan yang berada dalam wilayah masyarakat hukum adat).
Secara bertahap, inisiatif ini telah memberdayakan masyarakat adat maupun masyarakat setempat untuk mengelola hutan secara lestari, sehingga dapat berkontribusi terhadap perlindungan iklim dan peningkatan mata pencaharian.
Menciptakan Ekowisata yang Berfokus pada Hutan
Muhammad Yahdi, yang dikenal sebagai Uda Yadi, bersama dengan kelompok masyarakat di Taram Nagari, Sumatera Barat, menginisiasi proyek agroforestri dan ekowisata inovatif yang berfokus pada kawasan hutan sekitar setelah Kesatuan Pengelolaan Hutan Nagari Taram memperoleh izin perhutanan sosial pada tahun 2017. Dengan izin ini, masyarakat adat dan masyarakat lokal diberi kepercayaan untuk mengelola secara lestari 800 hektare lahan hutan pristin alami yang telah dimanfaatkan untuk kegiatan ekowisata dan agroforestri.
Pengunjung kawasan ekowisata di Taram Nagari, Sumatera Barat. Foto: Proyek Strengthening of Social Forestry (SSF)
Menciptakan Ekowisata yang Berfokus pada Hutan
Muhammad Yahdi, yang dikenal sebagai Uda Yadi, bersama dengan kelompok masyarakat di Taram Nagari, Sumatera Barat, menginisiasi proyek agroforestri dan ekowisata inovatif yang berfokus pada kawasan hutan sekitar setelah Kesatuan Pengelolaan Hutan Nagari Taram memperoleh izin perhutanan sosial pada tahun 2017. Dengan izin ini, masyarakat adat dan masyarakat lokal diberi kepercayaan untuk mengelola secara lestari 800 hektare lahan hutan primer yang telah dimanfaatkan untuk kegiatan ekowisata dan agroforestri.
Inisiatif ekowisata di Taram Nagari berkembang pesat dengan dukungan masyarakat adat. Mereka membangun infrastruktur penting, seperti trotoar dan warung makan yang terawat dengan baik. Kawasan ekowisata yang menawarkan berbagai atraksi, seperti hutan pinus, pemandian air terjun, dan hutan yang tenang, menjadi surga bagi para pencinta alam. Pendekatan lestari yang diterapkan tidak hanya menghasilkan pendapatan bagi masyarakat setempat tetapi juga melestarikan hutan.
Melalui kegiatan promosi strategis dan pemasaran di media sosial, kawasan ekowisata ini menghasilkan pendapatan harian sekitar Rp50 juta (sekitar US$3.200) saat puncak musim liburan. Keberhasilan ini telah secara signifikan meningkatkan jumlah pengunjung, dari 70.000 pengunjung pada tahun 2018 menjadi 260.000 pengunjung pada tahun 2021.