Skip to Main Navigation
ARTIKEL08 Juni 2023

Warisan Seperempat Abad Konservasi Terumbu Karang dan Dampaknya Bagi Masyarakat Indonesia

The World Bank

Rajat Ampat, Papua Barat, Indonesia, menjadi rumah bagi beragam jenis ikan dan terumbu karang dalam jumlah lebih banyak daripada di manapun di dunia. Kawasan ini menjadi salah satu sasaran program COREMAP.

Foto: Elodie Van Lierde

Kaya akan keanekaragaman hayati, laut menjadi sumber penghidupan bagi 60 juta penduduk yang tinggal di kawasan pesisir Indonesia. Terumbu karang tidak hanya dapat menjadi tujuan wisata utama, padang lamun dan hutan mangrove juga memberikan perlindungan terhadap bencana alam dan menyerap karbon dari atmosfer. Habitat laut menawarkan berbagai sumber penghidupan bagi jutaan penduduk dan berperan penting dalam mitigasi dan adaptasi terhadap perubahan iklim. Oleh karena itu, pengelolaan laut secara berkelanjutan sangat diperlukan.

“Bagi kami, laut bukan sekadar perairan, melainkan juga sumber penghidupan bagi masyarakat di daerah saya,” kata Cessy Anakay, Koordinator Ekowisata di Bukan Sekedar Pasiar, organisasi lokal di Kupang, Nusa Tenggara Timur. “Setiap bagian dari laut memiliki manfaat yang bermakna.”

Akan tetapi, penangkapan ikan berlebihan, sampah plastik di laut, polusi, serta pembangunan perkotaan dan pertanian pesisir mengancam ekonomi laut Indonesia. Selain itu, ekosistem kritis seperti terumbu karang dan hutan mangrove turut mengalami degradasi yang signifikan. Pada tahun 1998, Pemerintah Indonesia mengambil langkah besar untuk melindungi terumbu karang dan ekosistem laut melalui Program Rehabilitasi dan Pengelolaan Terumbu Karang (COREMAP) yang didukung oleh Bank Dunia.  Melalui beberapa iterasi selama 25 tahun, COREMAP meninggalkan warisan perlindungan bagi sumber daya pesisir Indonesia, menetapkan kawasan konservasi perairan, dan meningkatkan penelitian dan pengawasan ekosistem pesisir.

Pada dua fasenya di awal (1998-2011), COREMAP mengembangkan pengelolaan ekosistem terumbu karang dan pesisir melalui pendekatan desentralisasi berbasis masyarakat. Pengelolaan sumber daya pesisir yang lebih baik berhasil menurunkan hingga 60 persen praktik penangkapan ikan ilegal dan merusak di enam dari tujuh kabupaten sasaran proyek. Kabupaten-kabupaten tersebut juga melaporkan bahwa tutupan terumbu karang bertambah sebesar 17 persen dan beberapa spesies laut yang telah lama hilang kini dapat kembali dijumpai. Seiring dengan berjalannya program, masyarakat setempat yang menjadi penerima manfaat juga melaporkan bahwa pendapatan mereka meningkat sebesar rata-rata 20 persen . Hal-hal yang baik bagi konservasi juga berdampak positif bagi mata pencaharian masyarakat pesisir.

Salah satu pencapaian terbesar adalah pembentukan Coral Triangle Initiative on Coral Reefs, Fisheries and Food Security (CTI-CFF) pada tahun 2009 melalui kerja sama dengan lima negara tetangga, yakni: Timor-Leste, Filipina, Malaysia, Papua Nugini, dan Kepulauan Solomon. Sebagai kelanjutan dari komitmen CTI-CFF, Pemerintah Indonesia telah menetapkan 20 juta hektare sebagai Kawasan Konservasi Perairan untuk menjamin perlindungan jangka panjang bagi ekosistem pesisir yang penting.

Fase ketiga dari program ini meningkatkan perlindungan kawasan perairan, meningkatkan pemantauan, memperdalam penelitian, meningkatkan investasi di darat dan memperkuat kapasitas kelembagaan, dengan secara khusus berfokus untuk meningkatkan pengelolaan kawasan konservasi perairan di Raja Ampat dan Laut Sawu.

Sebagai bagian dari upaya tersebut, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) berhasil memperluas pemantauan ekosistem pesisir hingga mencakup lebih dari 12 juta hektare. Alat mutakhir seperti Indeks Kesehatan Terumbu Karang, Indeks Kualitas Ekologi Lamun, dan Indeks Kesehatan Mangrove juga dikembangkan dan dipraktikkan selama fase ini. Indeks inovatif ini menghubungkan data lapangan dengan praktik pengelolaan ekosistem yang lebih berkelanjutan serta membuat upaya konservasi menjadi lebih efektif dan memiliki informasi yang lebih memadai.

BRIN juga menetapkan Standar Sertifikasi Pemantauan Ekosistem Pesisir Nasional yang inovatif untuk meningkatkan pemantauan partisipatif ekosistem terumbu karang sehingga masyarakat setempat, universitas, LSM, dan sektor swasta dapat mengikuti pelatihan untuk menilai kesehatan terumbu karang, mangrove, dan lamun.

“Pengelolaan terumbu karang, padang lamun, dan ekosistem mangrove cukup menantang serta membutuhkan kehati-hatian, sinergi, dan pendekatan yang harmonis,” kata Udhi Eko Hernawan, Kepala Pusat Penelitian Oseanografi (P2O) BRIN. “Peta jalan dan pembelajaran yang diperoleh dari COREMAP menjadi dasar bagi keberlanjutan dan kelangsungan perlindungan dan rehabilitasi ekosistem laut.”

Perluasan penelitian telah menghasilkan informasi berharga yang menjadi dasar investasi pengelolaan dan infrastruktur yang penting bagi konservasi ekosistem pesisir. Melalui Indonesia Climate Change Trust Fund (ICCTF), COREMAP dan Coral Triangle Initiative meluncurkan enam hibah untuk mendanai proyek di lapangan, mempercepat perkembangan dalam efektivitas pengelolaan kawasan konservasi perairan. Hibah ini mendukung berbagai kegiatan seperti memulai program ekowisata berbasis masyarakat, pelatihan bagi pengusaha maupun pemandu ekowisata lokal, memperkuat pemantauan terhadap perlindungan kawasan pesisir, serta rehabilitasi terumbu karang, mangrove, dan lamun. Kegiatan ini meningkatkan keterlibatan masyarakat dalam pengelolaan sumber daya pesisir dan membantu memastikan keberlanjutan dampak COREMAP. Dengan menara pantau, masyarakat dapat memantau apakah kapal penangkap ikan mematuhi batas-batas kawasan konservasi. 

The World Bank

Anggota Kelompok Masyarakat Pengawas (Pokmaswas) di Oeseli, Nusa Tenggara Timur memantau kawasan pesisir di sekeliling setiap harinya untuk mendeteksi kegiatan penangkapan ikan ilegal.

Sumber: ICCTF, 2022.

Menara pantau “menjadi berkah bagi desa kami,” kata Esau Loe, Koordinator Masyarakat untuk Desa Oeseli, Nusa Tenggara Timur. “Kami naik ke menara pantau setiap hari untuk memantau laut.” Loe adalah salah satu dari lebih dari 25.000 anggota masyarakat yang turut memantau kawasan konservasi di 22 lokasi di Indonesia.

Menatap ke Depan: Mempertahankan Warisan COREMAP

Sejak pertama kali diluncurkan, COREMAP telah berupaya mendukung Pemerintah Indonesia dalam mengelola ekosistem terumbu karang secara berkelanjutan. Agar dapat melanjutkan upaya tersebut, perlu ditetapkan strategi untuk melindungi inisiatif-inisiatif yang dikembangkan di bawah COREMAP. BRIN secara resmi ditunjuk sebagai penjaga data nasional tentang ekosistem terumbu karang dan lamun serta akan berperan penting dalam standardisasi tata kelola data secara nasional dan mengintegrasikan program pemantauan kesehatan terumbu karang ke dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Indonesia tahun 2025-2030.

“COREMAP adalah contoh yang baik untuk perlindungan lingkungan sekaligus meningkatkan mata pencaharian masyarakat, selaras dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2020-2024,” kata Sri Yanti JS, Direktur Kelautan dan Perikanan, Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (BAPPENAS) pada Lokakarya COREMAP-Coral Triangle Initiative di bulan Maret 2022. “Komitmen kuat dari para pemangku kepentingan diperlukan untuk memelihara infrastruktur yang ada dan memastikan bahwa masyarakat mendapatkan manfaat jangka panjang dari pengelolaan kawasan konservasi perairan secara efektif.”

Bank Dunia melanjutkan warisan COREMAP dengan terus mendukung Pemerintah Indonesia dalam melindungi ekosistem laut Indonesia melalui Indonesia Sustainable Oceans Program (ISOP). Selain itu, melalui proyek Laut untuk Kesejahteraan (LAUTRA), yang disetujui pada bulan Maret 2023, Bank Dunia melanjutkan kerja sama yang telah terjalin selama seperempat abad dengan Pemerintah Indonesia untuk memperkuat pengelolaan kawasan konservasi perairan dan kawasan perikanan prioritas di Indonesia serta meningkatkan peluang ekonomi berkelanjutan bagi masyarakat pesisir.

Blog

    loader image

TERBARU

    loader image