Skip to Main Navigation
ARTIKEL

Pengiriman Uang yang Lebih Transparan dan Efisien Membantu Pekerja Migran dan Keluarga

20 September 2016



PESAN UTAMA
  • Banyak keluarga pekerja migran di Indonesia yang bergantung pada kiriman uang sebagai sumber pemasukan mereka.
  • Karena masih awam dengan jasa layanan keuangan, mereka memakai jasa perantara untuk mengirim uang ke kampung halaman, tapi uang yang diterima terkadang tidak utuh.
  • Proyek Greenback 2.0 di Lombok Timur mengupayakan agar pasar pengiriman uang lebih transparan, efisien, dan inklusif.

Lombok Timur, Indonesia, September 2016 – Bagi banyak keluarga di Lombok Timur, sebuah kabupaten miskin di Indonesia timur, kiriman uang dari anggota keluarga yang merantau di luar negeri sering merupakan satu-satunya sumber pemasukan.

“Kalau bukan waktu panen, kami hanya punya kiriman uang,” kata Radiah, seorang petani yang suaminya bekerja di Malaysia.

Namun banyak pekerja migran menggunakan jalur berisiko untuk mengirim uang. Karena awam dengan jasa layanan keuangan dan pengiriman uang, mereka menggunakan jasa perantara – pemilik rekening bank yang dibayar untuk mengirim uang.

Herman Fauzi, seorang perantara, mencatat semua pengiriman dan penarikan uang yang dikirim melalui rekening banknya. Mengapa para pekerja migran memilih untuk menggunakan jasanya? “Kadang-kadang,” kata Fauzi, “mereka memakai jasa saya karena mereka tidak percaya dengan keluarganya.”

Namun sering terjadi kehilangan uang yang dikirim lewat jalur berisiko – ini termasuk mengirim uang lewat perantara atau keluarga. Setelah beberapa tahun bekerja di perkebunan sawit di Malaysia, Tanwir  mengirim uang ke desanya, lewat saudara perempuannya. Akhirnya, seluruh tabungan yang ia peroleh dengan susah-payah hilang.

Tanwir mengirim uang ke saudara perempuannya, yang kemudian mendirikan sebuah usaha. Tetapi kemudian saudaranya meninggal dan uangnya dikelola oleh putri saudaranya. “Waktu saya meminta uangnya, ia mengaku tidak tahu, padahal ia yang selalu pergi ke bank,” kata Tanwir penuh penyesalan.

 

Tantangan menglola pengiriman uang: rendahnya layanan keuangan dan tingkat kesadaran

Jumlah pekerja migran terbanyak dari Indonesia berasal dari Lombok Timur. Namun layanan keuangan di daerah ini masih terbatas. Selain layanan yang kurang, tingkat kesadaran masyarakat tentang layanan yang sudah ada, termasuk fasilitas bank, tetap rendah.

“Lokasi yang terpencil membuat layanan keuangan sulit mencapai desa kita,” kata Gunanto, Kepala Desa Tetebatu Selatan. “Selain itu, sebagian besar penduduk hanya lulusan sekolah dasar dan mereka khawatir kalau menyimpan uang terlalu banyak.”

“Bagi masyarakat biasa, bank itu sesuatu yang luar biasa,” kata Marjan, seorang praktisi keuangan mikro. “Kalau mau ke bank, mereka dandan dulu. Untuk memakai ATM mereka perlu bantuan orang lain.”

Gunanto menambahkan bahwa desanya sudah mulai melakukan upaya untuk meningkatkan  kesadaran masyarakat dalam memakai layanan keuangan serta mengelola tabungan. Ia berharap pengelolaan uang yang lebih baik bisa mendukung perkembangan wirausaha setempat.

“Waktu pekerja migran mengirim uang biasanya hanya untuk membangun rumah dan bukan untuk modal usaha,” kata Gunanto.


" Lokasi yang terpencil membuat layanan keuangan sulit mencapai desa kita. Selain itu, sebagian besar penduduk hanya lulusan sekolah dasar dan mereka khawatir kalau menyimpan uang terlalu banyak. "

Gunanto

Kepala Desa Tetebatu Selatan

Program Greenback 2.0 membantu pengiriman uang lebih transparan, efisien, dan inklusif

Untuk meningkatkan pasar jasa pengiriman uang dan dampaknya bagi Indonesia, Bank Dunia memperkenalkan Program Greenback 2.0., yang didukung oleh kerjasama dengan Bank Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan, Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia, serta pemerintah daerah Lombok Timur dan Nusa Tenggara Barat.

Program ini bertujuan meningkatkan efisiensi dan transparansi pasar pengiriman uang, melalui pendidikan keuangan dan menyertakan lebih banyak orang dalam sistem keuangan. Program Greenback 2.0 juga dapat memfasilitasi pembayaran digital, bekerjasama dengan program perlindungan sosial pemerintah dalam hal pengiriman bantuan tunai dan juga dengan pihak swasta guna memperluas jaringan layanan pembayaran.

Sektor swasta telah menyambut baik program ini, dan mulai berpartisipasi di desa-desa di Lombok Timur. Dalam jangka panjang, Greenback 2.0 bertujuan mendorong pertumbuhan ekonomi; kiriman uang dapat merupakan investasi produktif dan menciptakan lapangan kerja. Beberapa pilihan ini bisa membantu pengirim uang menggunakan jalur yang lebih aman.

Greenback 2.0 sudah berjalan di Turin, Italia, dan Montreuil, Perancis, yang menyasar pekerja migran di dua kota tersebut. Pada tahun 2015, program ini diluncurkan di Johor Bahru, Malaysia, yang memiliki banyak tenaga kerja migran dari Lombok. Program di Indonesia – bagian dari Financial Inclusion Support Framework, bantuan teknis Kelompok Bank Dunia yang didukung oleh Pemerintah Belanda dan Yayasan Bill and Melinda Gates – merupakan yang pertama di negara penerima uang.

 

Kiriman uang adalah hal besar karena jumlahnya besar

Antara tahun 2013 hingga 2015, jumlah pekerja migran dari Indonesia turun dari 512.000 menjadi 275.000, akibat moratorium pemerintah Indonesia yang menghentikan pengiriman tenaga kerja ke Timur Tengah.

Meski jumlah tenaga kerja turun, jumlah pengiriman uang pada periode yang sama naik dari $4,4 miliar menjadi $9.4 miliar. Pada tahun 2014, jumlah kiriman uang ke Indonesia setara dengan 1% GDP Indonesia.

“Ada pergeseran dari pekerja tidak termpil menjadi semi terampil, juga ada kenaikan gaji di negara-negara tujuan,” kata Lisna Yoeliani Poeloengan dari BNP2TKI.

Membuat pasar jasa pengiriman uang menjadi lebih transparan, efisien, dan inklusif dapat membantu kebutuhan penerima manfaat utama dari layanan pengiriman uang: para pekerja migran serta keluarga mereka di kampung halaman.


Api
Api

Welcome