Unduh laporan (.pdf) | Rangkuman (Bahasa .pdf) | Presentasi (.pdf)
Temuan utama laporan:
- Perencanaan. Perencanaan anggaran pada kabupaten dan kota sebagian besar didasarkan pada kuantitas input (misalnya jumlah guru atau materi sekolah) daripada kualitas output (misalnya kinerja sekolah atau hasil belajar siswa).
- Alokasi Anggaran. Meskipun amanat konstitusional mengharuskan alokasi anggaran sebesar 20 persen untuk sektor pendidikan, namun 22 persen (112 dari 508) kabupaten/kota dan 35 persen (12 dari 34) provinsi tidak dapat memenuhinya.
- Pelaksanaan Anggaran. Kabupaten yang memenuhi amanat alokasi 20 persen anggaran untuk sektor pendidikan, tidak selalu sepenuhnya mampu menjalankan anggarannya. Hanya 70 persen (270 dari 388) kabupaten/kota yang memiliki angka realisasi lebih dari 95 persen.
- Tata Kelola Pemerintahan Daerah. Kabupaten/kota dengan standar tata kelola pemerintah daerah yang tinggi (sebagaimana diukur dalam Indeks Tata Kelola Pendidikan Pemerintah Daerah, ILEG/Indonesian Local Education Governance) cenderung mengalokasikan minimal 20 persen dari anggarannya untuk sektor pendidikan dan menunjukkan kapasitas pelaksanaan yang tinggi.
- Kategori Pengeluaran. Sebagian besar kategori pengeluaran dalam data pembiayaan sektor pendidikan tidak terstandardisasi di seluruh kabupaten/kota dan provinsi, sehingga sulit untuk melakukan perbandingan dan analisis untuk pengambilan keputusan yang lebih baik.
- Pengeluaran Gaji. Belanja untuk pendidikan di tingkat kabupaten/kota didominasi oleh pembayaran gaji guru PNS dan membatasi ketersediaan sumber daya untuk belanja non-gaji. Anggaran non gaji dimaksudkan untuk membiayai berbagai program dan kegiatan, seperti beasiswa, bantuan tambahan untuk sekolah, pelatihan guru, dan biaya operasional lainnya, yang penting dalam meningkatkan hasil belajar siswa. Namun, banyak kabupaten/kota tidak memiliki fleksibilitas untuk melaksanakan program tersebut karena besarnya biaya tetap untuk pembayaran gaji.
- Meskipun peningkatan anggaran pendidikan secara keseluruhan telah meningkatkan akses pendidikan, hal ini hanya memberikan kontribusi yang terbatas dalam peningkatan hasil pembelajaran siswa.
- Rekomendasi:
- Melakukan tinjauan ulang terhadap kapasitas keuangan dan teknis pemerintah kabupaten/kota untuk memberikan layanan pendidikan. Beberapa kabupaten/kota diketahui memiliki keterbatasan dalam melaksanakan program-program pendidikan di luar gaji, yang sering kurang diprioritaskan walaupun program-program tersebut penting untuk meningkatkan hasil belajar siswa. Kabupaten/kota menghadapi batasan kapasitas dalam penganggaran, perencanaan, dan pelaksanaan saat melaksanakan anggaran pendidikan. Disinilah peran Kemdikbud dan Kemenkeu untuk dapat mengidentifikasi kabupaten/kota yang memiliki kapasitas rendah dan menyediakan kegiatan peningkatan kapasitas dan bantuan teknis yang disesuaikan dengan kebutuhan kabupaten/kota tersebut dalam perencanaan dan pelaksanaan program pendidikan.
- Memprioritaskan program pendidikan yang efektif. Terdapat beberapa kabupaten/kota yang menjalankan beragam program pendidikan dan dalam beberapa kasus melampaui mandat mereka, walaupun mereka memiliki keterbatasan sumber daya. Kemdikbud dapat memberikan panduan yang lebih baik kepada pemerintah daerah tentang apa yang terbukti berhasil meningkatkan hasil pembelajaran. Pemerintah daerah dapat memprioritaskan pengeluaran untuk jumlah program yang lebih sedikit, tetapi efektif dalam meningkatkan hasil belajar siswa. Pengeluaran untuk pendidikan dan pengembangan anak usia dini, misalnya, tertinggal di sebagian besar kabupaten/kota dan harus lebih diprioritaskan karena ini adalah prediktor yang kuat untuk peningkatan hasil pembelajaran siswa.
- Penyederhanaan dan standarisasi klasifikasi anggaran. Klasifikasi anggaran yang ada saat ini sudah komprehensif, tetapi terlalu rumit. Terdapat kebutuhan untuk merevisi, menyederhanakan, dan mengembangkan klasifikasi anggaran dan program serta kegiatan di sektor pendidikan yang lebih sederhana untuk dapat menghasilkan data dan statistik yang lebih baik, menjaga komparabilitas dan konsistensi dalam alokasi biaya antar pemerintah daerah dari waktu ke waktu, serta membantu pemerintah pusat dan daerah untuk dapat melacak capaian dan memastikan bahwa keputusan mereka berdasarkan bukti, Kemenkeu dan Kementerian Dalam Negeri (Kemdagri) dapat bekerja sama dengan Kemdikbud dan pemerintah daerah untuk mengembangkan klasifikasi anggaran yang lebih sederhana. Disini Kemendagri dan Kemendikbud dapat memberikan pelatihan dan menyediakan bantuan teknis untuk memastikan bahwa pemerintah daerah dapat melakukan pelaporan mereka berdasarkan klasifikasi baru yang telah ditingkatkan dan distandarisasi.
- Memanfaatkan teknologi untuk memperkuat akuntabilitas. Big Data dapat diperkenalkan untuk mengumpulkan, mengintegrasi, dan menganalisis data keuangan, administrasi, dan hasil belajar siswa untuk pengambilan keputusan yang lebih baik. Kurangnya pemantauan yang sistematis atas belanja pendidikan pemerintah daerah dan hasil belajar siswa melemahkan penegakkan prioritas nasional dan menghambat implementasi pembuatan kebijakan berbasis bukti. Oleh karena itu pengembangan sistem manajemen data pendidikan yang terintegrasi akan membantu dalam menetapkan indeks kualitas pendidikan di seluruh Indonesia. Mempublikasikan capaian indeks kualitas pendidikan untuk setiap kabupaten/kota dapat membantu pengawasan dan akuntabilitas di tingkat lokal dalam penyelenggaraan layanan pendidikan.
Laporan ini dibuat dengan dukungan dana dari Pemerintah Australia (Departemen Luar Negeri dan Perdagangan) di bawah program Improving Dimensions of Teaching, Education Management, and Learning Environment (ID-TEMAN).