Kondisi ketimpangan di Indonesia
Ketimpangan konsumsi rumahtangga di Indonesia mulai naik sejak tahun 2000. Antara tahun 1999 hingga 2012, tingkat kemiskinan resmi telah berkurang separuh dari 24% menjadi 12%. Namun, koefisien Gini, pengukuran ketimpangan konsmsi nasional, naik dari 0,32 pada tahun 1999 menjadi 0,41 pada tahun 2012. Saat ini distribusi pemasukan jauh lebih tidak seimbang. Masyarakat yang mampu merupakan yang paling terkena dampak dari krisis finansial Asia dan yang paling lambat pulih. Namun, sejak 2003, 20% penduduk terkaya mengalami pertumbuhan pemasukan dan konsumsi yang jauh lebih tinggi. Perbedaan antar daerah juga ada, dan menambah ketimpangan pada tingkat nasional. Indonesia Timur masih tertinggal dari daerah-daerah lain, terutama Jawa.
Pertumbuhan konsumsi yang relatif rendah dari 40% penduduk paling miskin, serta ketimpangan yang diakibatkan, bisa mulai berdampak pada kohesi sosial dan politik. Pertumbuhan ekonomi yang kuat dan penurunan tingkat kemiskinan belum bisa mengangkat persepsi dan realitas bahwa masih banyak penduduk Indonesia yang belum menikmati buah pembangunan ekonomi. Ada beberapa bukti yang menunjukkan bahwa ketimpangan dalam hal akses bantuan sosial telah meningkatkan tindak kriminal dan merusak modal sosial. Selain itu, meningkatnya ketimpangan juga bisa berdampak pada kohesi politik dan sosial di berbagai isu.
Dukungan Bank Dunia terkait ketimpangan di Indonesia
Bank Dunia terus bekerjasama dengan Pemerintah Indonesia dalam melakukan anlisa tren dan konsekuensi ketimpangan. Saat ini Bank Dunia tengah mengerjakan sebuah laporan utama mengenai ketimpangan yang diperkirakan selesai pada akhir 2014. Laporan ini akan mengangkat riset baru mengenai ketimpangan peluang, pergerakan masuk dan keluar dari kemiskinan, kelas menengah, dan kejadian fiskal. Riset ini akan mejadi pondasi bagi dukungan yang diberikan kepada Pemerintah Indonesia dalam merancang dan menerapkan kebijakan untuk mengurangi ketimpangan.
Bank Dunia juga memberikan dukungan kebijakan berdasarkan bukti dan contoh keberhasilan dalam mengurangi ketimpangan dari negara-negara lain. Riset Bank Dunia di negara-negara Amerika Selatan menunjukkan bahwa dasar makroekonomi yang kuat perlu ditambah dengan kebijakan, program , dan belanja dari pemerintah. Menyediakan akses yang setara dalam hal layanan seperti pendidikan dan kesehatan akan memberikan peluang lebih baik bagi generasi masa depan untuk keluar dari kemiskinan. Meningkatkan produktivitas pekerja berpenghasilan rendah dengan menciptakan pekerjaan yang lebih banyak dan lebih baik akan menambah pemasukan sehingga membantu masyarakat miskin membantu diri mereka sendiri. Terakhir, menciptakan jaring pengaman sosial akan melindungi masyarakat miskin dari berbagai guncangan ekonomi yang bisa membuat mereka kembali jatuh ke dalam kemiskinan.
___________________________________
[1] The Gini takes the range of 0 (perfect equality) to 1 (perfect inequality), and is often expressed in percentage points. Commonly, values of 30 or below are considered low, while 50 and above are considered high. Income Ginis (used in many Latin American countries) are usually 5-7 points higher than Consumption Ginis (used in much of Asia and Africa). Indonesia’s Income Gini has historically been 4 points higher than its Consumption Gini.