Sekilas
Gempa bumi berkekuatan 9.2 Mw dan tsunami yang terjadi di Samudera India pada 26 Desember 2004 merupakan salah satu bencana terbesar dalam sejarah manusia. Di Indonesia, negara yang terkena dampak paling parah, bencana tersebut menewaskan lebih dari 170.000 orang, sebagian besar di Aceh. Untuk membantu penduduk di Aceh dan Nias membangun kembali hidup mereka, proyek ini membantu 15.000 keluarga untuk membangun kembali sepenuhnya atau memperbaiki rumah mereka melalui hibah dan bantuan teknis. Selain itu, 176 desa yang mengalami kehancuran terparah memperoleh hibah untuk membangun kembali infrastruktur dasar. Dalam upaya rekonstruksi tersebut, masyarakatlah yang menjadi pemegang kendali, langkah yang tidak umum pada saat itu.
Tantangan
Di berbagai wilayah pesisir dan di ibu kota Aceh, Banda Aceh, sekitar dua per tiga dari daerah permukiman telah hancur dengan korban jiwa lebih dari 170.000 orang, sekitar 60 persennya perempuan. Pegawai pemerintah pun sama saja keadaannya. Pemerintah setempat lumpuh karena hilangnya pegawai, tempat, dan peralatan. Komunikasi sama sekali tidak berjalan. Sumber daya untuk penghidupan rusak berat. Pada saat itu, Aceh sedang mengalami ketegangan sipil yang menyebabkan komunitas saling terisolasi satu sama lain. Bencana dan kekacauan tersebut memerlukan reorganisasi dan pemberdayaan komunitas. Masa depan berada di tangan mereka.
Pendekatan
Pendekatan berbasis komunitas yang diambil dalam Community-based Settlement Rehabilitation and Reconstruction Project (CSRRP) – atau lebih dikenal sebagai “Rekompak” – menempatkan tanggung jawab di tangan masyarakat. Kelompok beranggotakan 10-15 keluarga dibentuk untuk membangun kembali rumah mereka. Tim desa juga dibentuk untuk membangun kembali infrastruktur prioritas. Setiap desa juga diwajibkan untuk membuat rencana pembangunan permukiman. Fasilitator yang dilatih oleh Kementerian Pekerjaan Umum ditugaskan untuk membantu masyarakat menyiapkan dan melaksanakan proyek mereka. Dengan menggunakan pendekatan berbasis komunitas ini, uang hibah dapat dibelanjakan dengan lebih bijak dan efektif. Hibah dari Multi-Donor Trust Funds for Aceh and Nias/North-Sumatra (MDF) disalurkan langsung ke rekening komunitas dengan diangsur. Hibah tersebut mewajibkan setidaknya 30 persen dari anggota berbagai tim tersebut adalah perempuan. Mewajibkan keterlibatan perempuan pada akhirnya membawa hikmah dengan pemilihan proyek yang lebih baik dan transparansi lebih besar.
Capaian
Proyek membantu masyarakat membangun kembali atau merehabilitasi 15.000 unit perumahan, yang mewakili sekitar 35.000 orang (keluarga pasca-tsunami) dan infrastruktur komunitas dasar di 176 desa.
- Menjelang akhir kegiatan, 97,3 persen dari rumah tersebut telah berpenghuni. Tingkat kepuasan pada berbagai aspek proyek berada dalam rentang 80,4 hingga 90,6 persen, jauh lebih tinggi daripada angka target 65 persen.
- Sesuai permintaan pemerintah setempat, 50 desa tambahan diikutsertakan dalam proyek yang awalnya mencakup 130 desa yang memilih untuk menerapkan pendekatan berbasis komunitas untuk rekonstruksi.
- Keterlibatan perempuan mencapai 27,6 persen dan 24,1 persen dari semua bendahara di kelompok perumahan adalah perempuan. Meskipun angka tersebut sedikit lebih rendah daripada 30 persen yang diharapkan, pencapaian tersebut sudah cukup berarti bagi masyarakat yang secara tradisional didominasi kaum pria seperti di Aceh.
- Inspeksi rumah yang dibangun menunjukkan bahwa belum semuanya memenuhi standar gempa dengan baik. Program perbaikan mutu struktur rumah (retrofitting) telah dilaksanakan untuk memperkuat rangka beton di 1.430 unit perumahan sesuai permintaan pemiliknya.
Desa Lambung di Banda Aceh habis tak bersisa akibat tsunami 2004. Dari 1.241 penghuni desa tersebut, 885 orang kehilangan nyawanya. Melalui CSRRP/Rekompak, 309 rumah dibangun kembali bagi mereka yang selamat atau ahli warisnya. Para penduduk desa memutuskan untuk menggunakan tata letak baru yang menempatkan perumahan, ruang terbuka, dan infrastruktur dengan lebih baik dan lebih tahan terhadap kemungkinan bencana di masa depan.