Pada bulan Februari 2024, tim Bank Dunia dan pemerintah Indonesia melakukan misi lapangan yang menandai dimulainya inisiatif Indonesia Coral Bond, yang berfokus pada Kawasan Konservasi Perairan (KKP) Nasional dan Provinsi di Raja Ampat dan Alor, serta Laut Sawu. Obligasi ini berfungsi sebagai instrumen keuangan biru berkelanjutan yang bertujuan mendukung intervensi strategis untuk mendorong KKP dalam mencapai standar yang selaras dengan praktik terbaik global. Obligasi ini berupaya untuk meniru kesuksesan obligasi ekonomi biru dengan meningkatkan efektivitas pengelolaan KKP, sebagaimana dievaluasi oleh Daftar Hijau Kawasan Konservasi IUCN. Dipelopori oleh Bank Dunia, IUCN, Kementerian Kelautan dan Perikanan, Badan Pengelola Dana Lingkungan Hidup dan Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional, misi ini melibatkan unit pengelolaan KKP, pemangku kepentingan lokal, dan masyarakat untuk melakukan penilaian dasar terhadap kriteria Daftar Hijau. Meskipun KKP mempunyai status emas dalam EVIKA (yaitu Evaluasi Efektivitas Pengelolaan Kawasan Konservasi), terdapat beberapa hal yang perlu ditingkatkan, seperti partisipasi pemangku kepentingan, mitigasi ancaman, dan hasil keanekaragaman hayati. Diskusi lebih lanjut akan menyempurnakan kegiatan proyek
Pada bulan November 2023, Ambroise Brenier, Spesialis Senior Manajemen Sumber Daya Alam di Bank Dunia, menyajikan presentasi tentang Ekonomi Biru pada Forum Pembangunan Indonesia. Forum ini, diselenggarakan oleh Pemerintah Indonesia, berfungsi sebagai platform bagi para praktisi pembangunan di sektor publik, swasta, nirlaba, dan akademis untuk berbagi ide-ide inovatif dan terlibat dalam dialog konstruktif untuk merumuskan rekomendasi kebijakan. Presentasi Brenier yang bertemakan “Memajukan Inovasi dan Kolaborasi Ekonomi Biru” menggarisbawahi potensi Indonesia di sektor ekonomi biru. Ambroise menguraikan inisiatif Bank Dunia untuk mendukung pengembangan ekonomi biru di Indonesia dan membahas berbagai mekanisme pendanaan yang tersedia untuk mendukung upaya tersebut. Simak rekamannya di sini (Presentasi Bank Dunia dimulai pukul 02:58:00).
Pada bulan November 2023, Implementation Support Mission untuk proyek Laut untuk Kesejahteraan (LAUTRA) dilaksanakan di Taman Nasional Perairan Laut Sawu, Kupang, Nusa Tenggara Timur. Diselenggarakan melalui upaya kolaboratif Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (BAPPENAS) dan Bank Dunia, diskusi mendalam dilakukan dengan unit pengelolaan Taman Nasional Perairan Laut Sawu, pemangku kepentingan lokal, dan masyarakat. Diskusi ini bertujuan untuk menilai perkembangan efektivitas pengelolaan lawasan konservasi perairan dan kesiapan desa-desa sekitar dalam memulai inisiatif penghidupan berkelanjutan, khususnya di sektor pariwisata, perikanan, dan budi daya perikanan. Meskipun pengelolaan Taman Nasional Perairan Laut Sawu menunjukkan efektivitas yang tinggi (terlihat dari status emas dalam Evaluasi Efektivitas Kawasan Konservasi (EVIKA)), Taman Nasional Perairan Laut Sawu masih menghadapi tantangan yang cukup besar. Hal ini mencakup kurangnya sumber daya pemantauan dan kurangnya kepatuhan pemangku kepentingan dalam memahami batas-batas Kawasan konservasi. Misi ini menekankan pentingnya peran kolaborasi – khususnya dengan sektor swasta – dalam mengatasi tantangan secara sistematis, menumbuhkan komitmen kolektif terhadap pengelolaan berkelanjutan Taman Nasional Perairan Laut Sawu, dan memajukan upaya konservasi jangka panjang di wilayah tersebut.
Proyek Laut untuk Kesejahteraan (LAUTRA) berupaya meningkatkan pengelolaan berkelanjutan kawasan perlindungan laut dan perikanan terumbu karang sekaligus meningkatkan akses terhadap peluang ekonomi bagi masyarakat lokal di Indonesia Timur. Komponen penting dari proyek ini adalah memobilisasi pendanaan biru jangka panjang untuk operasional dan investasi modal Kawasan Konservasi Perairan (KKP), mengembangkan infrastruktur pesisir dengan dampak positif terhadap keanekaragaman hayati, dan meningkatkan akses terhadap pendanaan bagi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah yang ramah lingkungan.
Dengan dukungan PROBLUE, Bank Dunia – bekerja sama dengan Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (BAPPENAS)-ICCTF – mengembangkan Policy Note Pendanaan Biru, yang mengidentifikasi tantangan dan kesenjangan lingkungan pendukung yang menghambat pengembangan opsi pendanaan biru berkelanjutan untuk Indonesia. Policy Note Blue Finance, dan Pedoman Instrumen Pendanaan Biru terkait, merekomendasikan pembentukan Komite Pengarah Pendanaan Biru untuk memperkuat koordinasi kebijakan dan mempertimbangkan kerangka hukum.
Pada bulan November 2023, Keputusan Menteri tentang Pembentukan Tim Koordinasi Strategis Pendanaan Biru Berkelanjutan dikeluarkan oleh Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional. Tim Koordinasi strategis ini akan menjadi platform kolaborasi lintas sektoral untuk memperkuat lingkungan penunjang bagi pendanaan biru, yang melibatkan Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional, Kementerian Keuangan, Kementerian Kelautan dan Investasi, Otoritas Jasa Keuangan, Kementerian Kelautan dan Kelautan. Perikanan dan Bank Indonesia. Dengan diterbitkannya keputusan tersebut, Tim Koordinasi akan mulai mengembangkan rencana kerja dan aksi prioritas untuk mengatasi kesenjangan pendanaan ekonomi biru di Indonesia.
Peluncuran laporan “Hot Water Rising: The Impact of Climate Change on Indonesia’s Fisheries and Coastal Communities” diselenggarakan pada tanggal 26 September 2023 di Jakarta, yang mempertemukan para pemangku kepentingan utama mulai dari pemerintah, organisasi masyarakat sipil, mitra pembangunan, akademisi, dan sektor swasta. Selain pemaparan laporan, Direktur Jenderal Pengelolaan Ruang Laut, Kementerian Kelautan dan Perikanan menyampaikan pidato utama mengenai strategi ekonomi biru Indonesia, dilanjutkan dengan talkshow yang membahas kebijakan dan praktik terbaik seputar ketahanan iklim di sektor kelautan dan perikanan. Unduh laporan di sini dan simak rekaman acara di sini.
Memanfaatkan momentum Pertemuan Tingkat Tinggi Pertama Archipelagic and Island States (AIS) Forum, Bank Dunia bersama dengan Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi dan UNDP menyelenggarakan AIS Blue Business Summit on Conservation and Biodiversity “From Marine Protected Areas to Innovative Financing: Solutions to Long-term Sustainable Management of Oceans Resources” pada 11 Oktober 2023 di Nusa Dua, Bali. Acara ini mempertemukan para pembicara dari Kementerian Kelautan dan Perikanan, Konservasi Indonesia dan Bank Dunia untuk membahas kebijakan dan strategi (mulai dari Kawasan Konservasi Perairan hingga pembiayaan inovatif) dalam melestarikan dan memulihkan ekosistem laut serta peran konservasi ekosistem laut bagi negara-negara. kemakmuran. Unduh materi presentasi disini
Dewan Direktur Eksekutif Bank Dunia pada 23 Maret 2023 menyetujui proyek senilai US$210 juta untuk mendukung Pemerintah Indonesia dalam meningkatkan pengelolaan sumber daya laut dan meningkatkan mata pencaharian masyarakat pesisir. Proyek Laut untuk Kesejahteraan (LAUTRA) akan meningkatkan ketahanan pesisir dengan pengelolaan kawasan konservasi perairan (KKP) dan perikanan prioritas serta meningkatkan mata pencaharian bagi masyarakat pesisir yang tinggal di sekitar kawasan konservasi perairan terpilih di Indonesia. Proyek ini akan memperkuat pengelolaan terumbu karang dan ekosistem terkait, berkontribusi untuk mengurangi kemiskinan di daerah pesisir, dan meningkatkan upaya pemerintah dalam memobilisasi pendanaan biru untuk mengatasi kesenjangan pendanaan jangka panjang dalam upaya meningkatkan pengelolaan KKP secara efektif dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat pesisir. Baca siaran pers di sini.
Mencapai pengurangan polusi plastik sebesar 70% pada tahun 2025 dan pelarangan penuh plastik sekali pakai tertentu pada tahun 2030 merupakan prioritas pemerintah Indonesia. Untuk mencapai tujuan yang ambisius tersebut, diperlukan kontribusi dari berbagai pemangku kepentingan dan kerangka kebijakan yang jelas. Dalam upaya percepatan aksi menuju Indonesia bebas polusi plastik, Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi dan National Plastic Action Partnership (NPAP), dengan Bank Dunia sebagai mitra, menyelenggarakan acara dua hari di Bali bertajuk “Mengalahkan Polusi Plastik dari Sumber ke Laut”. Acara tersebut menampilkan dialog kebijakan, start-up pitches, dan komitmen baru dari para komunitas. Andre Aquino, Program Leader for Sustainable Development di Bank Dunia, menyoroti empat cara konkrit untuk mempercepat pencapaian target pemerintah: 1. Mengurangi, mendesain ulang, menggunakan kembali, dan mendaur ulang plastik dari sumber berbasis lahan; 2. Meningkatkan pengelolaan limbah untuk mengurangi kebocoran; 3. Mengurangi kebocoran alat tangkap plastik ke laut, dan 4. meningkatkan pemantauan sampah plastik di sungai dan ekosistem utama.
Untuk analisis lengkap dan rekomendasi kebijakan terperinci, lihat laporan NPAP yang baru dirilis di sini.
Rumput laut telah mengubah kehidupan masyarakat pesisir di Indonesia karena nilainya yang tinggi, perputarannya yang cepat, serta kemampuannya untuk menangkap karbon dan mengurangi emisi gas rumah kaca. Rumput laut juga berperan penting dalam pemberdayaan mata pencaharian masyarakat pesisir, terlihat dari salah satu kasus bisnis di PT Rote Karaginan Nusantara (RKN) di Nusa Tenggara Timur, Indonesia. RKN mampu menutup siklus produksi rumput laut dengan mengekstraksi tinta yang dapat dimakan dan mengeringkannya untuk memanen keripik rumput laut. Coastal Fisheries Initiative Indonesia Challenge Fund (CFI-ICF) dari Bank Dunia mendukung PT Rote Karaginan Nusantara (dan empat kasus bisnis lainnya) dalam upaya mereka untuk menarik lebih banyak impact investors dan mendapatkan bantuan teknis tentang praktik terbaik untuk bisnis berkelanjutan. Pada bulan November, Forum dan Festival Investasi Rumput Laut menyelenggarakan acara yang menampilkan karya CFI-ICF—menampilkan kasus bisnis yang terlibat dan merinci hambatan dan peluang investasi sektor swasta di industri kelautan dan perikanan.
Indonesia bersiap-siap untuk transisi yang stabil menuju larangan penuh pada plastik sekali pakai tertentu pada tahun 2030. National Plastic Action Partnership (NPAP) di Indonesia memimpin upaya ini untuk memastikan kebijakan yang tepat ditetapkan untuk semua pemangku kepentingan yang terlibat melalui Peta Jalan Kebijakan NPAP yang baru diluncurkan. Peta Jalan tersebut baru saja diluncurkan pada bulan Oktober dalam sebuah acara yang melibatkan pemerintah, organisasi internasional, LSM, start-up, dan akademisi. Senior Environmental Specialist Bank Dunia, Katelijn Van den Berg, menyoroti pentingnya memberlakukan kebijakan pengurangan plastik sebelum hal lain, seperti memperkenalkan insentif keuangan untuk bisnis yang mempromosikan alternatif pengganti plastik. Rofi Alhanif, Direktur Pengelolaan Sampah Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, berharap ke depan di mana roadmap kebijakan ini memperkuat dan mempercepat lintasan menuju pelarangan pada 2030.
Pada 1 November 2022, Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) bersama Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi dan Kementerian Keuangan meluncurkan “Pedoman Pengembangan Instrumen Keuangan Biru” untuk mempercepat pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (TPB), khususnya Tujuan 14: Ekosistem Laut dan Tujuan 13: Mengatasi Perubahan Iklim, melalui inisiatif keuangan biru berkelanjutan. Panduan Pengembangan Instrumen Keuangan Biru, yang dikembangkan dengan dukungan Bank Dunia, memberikan panduan nasional untuk persiapan instrumen pendanaan biru untuk membiayai kegiatan ekonomi biru yang berkelanjutan, dan akan melengkapi dokumen yang ada, seperti Kerangka Kerja Keamanan TPB Pemerintah. Dalam acara tersebut, Bapak Suharso Monoarfa, Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas, mengatakan bahwa Pedoman Pengembangan Instrumen Keuangan Biru akan membuka peluang baru untuk membiayai kegiatan dan program berbasis kelautan, yang jika tidak dapat dibiayai oleh APBN saja. Menteri Monoarfa menyimpulkan bahwa "...melalui pedoman pendanaan biru, berbagai instrumen pendanaan inovatif akan dikembangkan seperti obligasi/sukuk, dana perwalian, pembiayaan campuran, dan lain-lain".
Menindaklanjuti sambutan Menteri, Country Director Bank Dunia untuk Indonesia dan Timor Leste, Satu Kahkonen, mengucapkan selamat kepada Bappenas atas penyusunan Pedoman Pengembangan Instrumen Keuangan Biru dan menyatakan dukungan Bank Dunia untuk pengembangan mekanisme pembiayaan berkelanjutan bagi ekonomi biru. Dia mendorong pengembangan instrumen pembiayaan negara dan non-negara, berdasarkan pengalaman seperti Obligasi Badak Bank Dunia dan lainnya.
Indonesia merupakan salah satu penghasil sampah plastik terbesar di dunia. Walaupun begitu, dengan adanya berbagai kolaborasi antar akademisi dan komunitas pembangunan yang terjadi akhir-akhir ini, inovasi melawan sampah plastik dalam mengidentifikasi sampah plastik di sungai-sungai di Indonesia diharapkan agar dapat mengalami peningkatan. Dalam lokakarya antar Pusat Penelitian Kecerdasan Buatan Jerman (DFKI) dan PT LAPI Institut Teknologi Bandung (ITB), para peneliti dan insinyur di lapangan berkumpul untuk mengungkap bagaimana kecerdasan buatan dan teknologi drone dapat membantu mengidentifikasi jenis dan volume sampah di masing-masing daerah. Data yang dikumpulkan dari solusi ini dapat membantu melacak asal-usul sampah, yang pada akhirnya dapat membantu membentuk kebijakan plastik dan pengelolaan sampah yang lebih ketat. Mattis Wolf dari DFKI mengungkapkan kegembiraannya melihat lebih banyak lokasi sampel untuk penerapan teknologi ini di Indonesia, dengan lima muara sungai di Jawa yang sedang berlangsung dan lebih banyak lagi di pulau Bali yang akan dimulai dalam waktu satu bulan ke depan. Ini sejalan dengan tujuan Pemerintah Indonesia agar dapat meningkatkan penggunaan teknologi seperti ini untuk mendukung target pengurangan sampah plastik laut sebesar 70% pada tahun 2025.
Coral Reef Rehabilitation and Management Program (COREMAP) Pemerintah Indonesia, yang didanai oleh Bank Dunia dan Global Environment Facility, secara bertahap tetapi secara signifikan telah meningkatkan kapasitas ilmu dan pengelolaan selama 23 tahun.
Sebagai bagian dari fase ketiga, yang dinamakan COREMAP-Coral Triangle Initiative (COREMAP-CTI), proyek ini meluncurkan serangkaian hibah kecil pada tahun 2020 untuk mendukung dua kawasan konservasi laut yang signifikan secara nasional, Raja Ampat dan Laut Sawu. Hibah kecil tersebut telah diselesaikan dan memberikan dukungan bagi prakarsa-prakarsa seperti infrastruktur kecil untuk ekowisata, pengawasan masyarakat terhadap penangkapan ikan ilegal, dan implementasi rencana aksi nasional untuk spesies yang terancam. Pada tanggal 24 Maret 2022, Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (BAPPENAS), melalui Indonesia Climate Change Fund Trust (ICCFT), menyelenggarakan lokakarya, di Sorong, Papua Barat, untuk mensosialisasikan keberhasilan dan pelajaran yang dipetik dari program hibah kecil. Program ini berkontribusi terhadap konservasi dan restorasi habitat pesisir kritis di Raja Ampat dan Laut Sawu, terumbu karang, mangrove, dan lamun, serta mendukung pengelolaan kawasan konservasi laut yang efektif. Pengelolaan berbasis masyarakat menjadi fokus utama dari program ini. Program peningkatan kapasitas diberikan kepada masyarakat setempat di tiga kawasan konservasi laut di Raja Ampat dan di kawasan konservasi laut terbesar di Indonesia, Laut Sawu, di Nusa Tenggara Timur. Kegiatan yang dilakukan antara lain mendukung program ekowisata berbasis masyarakat seperti pembangunan infrastruktur skala kecil (misalnya, pusat informasi ekowisata dan pembangkit listrik tenaga surya di Taman Nasional Perairan Laut Sawu; pusat informasi ekowisata dan stasiun pengamatan satwa laut di Suaka Alam Perairan Raja Ampat) , penyusunan rencana bisnis, pelatihan kejuruan untuk pemandu ekowisata, dan melakukan penilaian kelayakan untuk pengembangan wisata satwa laut berbasis masyarakat yang berkelanjutan. Program ini juga mendukung kegiatan rehabilitasi ekosistem pesisir, mendorong pengelolaan perikanan berbasis hak untuk perikanan skala kecil, dan dukungan untuk kegiatan pengawasan berbasis masyarakat.
Sri Yanti JS, Direktur Kelautan dan Perikanan - Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional, menyatakan bahwa program tersebut memberikan contoh yang baik untuk upaya perlindungan lingkungan hidup sembari meningkatkan mata pencaharian masyarakat, selaras dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2020-2024. Selain itu, Sri Yanti juga menekankan bahwa komitmen kuat dari para pemangku kepentingan diperlukan untuk memelihara infrastruktur yang ada dan memastikan bahwa masyarakat mendapatkan manfaat jangka panjang dari pengelolaan efektif kawasan konservasi laut.
Untuk mendukung keberhasilan konferensi tingkat tinggi G20 yang akan diselenggarakan pada bulan November 2022, Pemerintah Indonesia telah melakukan berbagai upaya untuk memastikan bahwa sampah dikelola dengan baik di Bali. Upaya yang dilakukan antara lain meningkatkan pengelolaan sampah di Denpasar, Badung, Gianyar, dan Tabanan (Sarbagita). Pemerintah juga berencana membangun Tempat Pengelolaan Sampah Terpadu (TPST) dan Tempat Pengelolaan Sampah – Reduce Reuse Recycle (TPS3R) di Denpasar untuk mengurangi timbulan sampah di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Suwung, dan menjalin kerja sama dalam kegiatan bersih-bersih dengan pemangku kepentingan dan masyarakat setempat.
Pada tanggal 24-25 Maret 2022, Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, bersama dengan Sekretariat Tim Koordinasi Nasional Penanganan Sampah Laut dan didukung oleh Bank Dunia melalui Indonesia Oceans, Marine Debris and Coastal Resource Multi-Donor Trust Fund, mengadakan Lokakarya Pengelolaan Sampah Laut dan Aksi Bersih Mangrove di Provinsi Bali. Lokakarya ini bertujuan untuk memperkuat koordinasi antara Pemerintah Pusat, Pemerintah Provinsi Bali dan provinsi sekitar, sektor swasta, pengelolaan sampah dan masyarakat setempat yang menangani sampah laut. Lokakarya tersebut diawali dengan kegiatan bersih-bersih pantai dan penanaman mangrove di hari pertama, dilanjutkan dengan presentasi dan diskusi tentang tantangan sampah laut yang disampaikan oleh Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan Kabupaten Badung serta perspektif ilmiah dan hasil pemodelan pergerakan sampah laut di Laut Bali yang disampaikan oleh I Gede Hendrawan dari Universitas Udayana dan Rinny Rahmania dari Kementerian Kelautan dan Perikanan. Gery Benchegib, pendiri Sungai Watch, menyampaikan paparan tentang peran masyarakat dan bahwa Sungai Watch telah memasang penghalang sampah di beberapa sungai di Bali untuk mencegah kebocoran sampah ke laut. Dalam sesi diskusi, para peserta lokakarya membahas tentang aksi pengelolaan sampah yang telah mereka lakukan dan tantangan yang mereka hadapi. Hasil lokakarya ini diharapkan dapat menjadi referensi untuk meningkatkan rencana tindak lanjut pengelolaan sampah di Bali.
Indonesia merupakan salah satu penghasil sampah plastik terbesar di dunia. Walaupun begitu, dengan adanya berbagai kolaborasi antar akademisi dan komunitas pembangunan yang terjadi akhir-akhir ini, inovasi melawan sampah plastik dalam mengidentifikasi sampah plastik di sungai-sungai di Indonesia diharapkan agar dapat mengalami peningkatan. Dalam lokakarya antar Pusat Penelitian Kecerdasan Buatan Jerman (DFKI) dan PT LAPI Institut Teknologi Bandung (ITB), para peneliti dan insinyur di lapangan berkumpul untuk mengungkap bagaimana kecerdasan buatan dan teknologi drone dapat membantu mengidentifikasi jenis dan volume sampah di masing-masing daerah. Data yang dikumpulkan dari solusi ini dapat membantu melacak asal-usul sampah, yang pada akhirnya dapat membantu membentuk kebijakan plastik dan pengelolaan sampah yang lebih ketat. Mattis Wolf dari DFKI mengungkapkan kegembiraannya melihat lebih banyak lokasi sampel untuk penerapan teknologi ini di Indonesia, dengan lima muara sungai di Jawa yang sedang berlangsung dan lebih banyak lagi di pulau Bali yang akan dimulai dalam waktu satu bulan ke depan. Ini sejalan dengan tujuan Pemerintah Indonesia agar dapat meningkatkan penggunaan teknologi seperti ini untuk mendukung target pengurangan sampah plastik laut sebesar 70% pada tahun 2025.
Berbagai pemangku kepentingan terlibat dalam pengelolaan kawasan laut dan pesisir di Indonesia. Implementasi kebijakan terkait kelautan di bidang ini membutuhkan tindakan dari berbagai tingkat pemerintahan dan kementerian/lembaga. Bank Dunia terus mendukung Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Kemenko Marves), melalui program Indonesia Oceans, Marine Debris and Coastal Resource Multi-Donor Trust Fund (Oceans MDTF), dalam memperkuat koordinasi untuk menyusun strategi dan rencana untuk mengelola laut Indonesia secara berkelanjutan.
Sebagai bagian dari upaya untuk mengatasi tantangan terkait koordinasi multi-sektor, pemerintah Indonesia telah mengembangkan Kebijakan Kelautan Indonesia (KKI), yakni instrumen regulasi untuk merumuskan dan menerapkan kebijakan terkait kelautan di seluruh lembaga pemerintah. KKI menjelaskan tentang rencana pembangunan jangka menengah nasional dengan memberikan resolusi yang lebih baik untuk tujuan pembangunan laut disertai dengan rencana aksi nasional dan indikator kinerja utama.
Melalui Oceans MDTF, Bank Dunia menyalurkan bantuan finansial dari mitra pembangunan dalam bentuk bantuan teknis, termasuk mendukung proses penyusunan rencana aksi dua tahun yang dipimpin oleh Kemenko Marves dan melibatkan 44 lembaga pemerintah. Pada tanggal 22 Februari 2022, Pemerintah Indonesia menerbitkan Rencana Aksi Kebijakan Kelautan Indonesia Tahap II Tahun 2021-2025 melalui Peraturan Presiden. Rencana tersebut berfungsi sebagai pedoman bagi lembaga pemerintah pusat, termasuk pemerintah daerah, dalam merencanakan, melaksanakan, memantau, dan mengevaluasi sektor dan kegiatan pembangunan terkait kelautan.
Rencana Aksi Kebijakan Kelautan Indonesia Tahap II terdiri dari tujuh pilar, yakni: Pengelolaan Sumber Daya Kelautan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia; Pertahanan, Keamanan, Penegakan Hukum, dan Keselamatan di Laut; Tata Kelola dan Kelembagaan Laut; Ekonomi dan Infrastruktur Kelautan dan Peningkatan Kesejahteraan; Pengelolaan Ruang Laut dan Perlindungan Lingkungan Laut; Budaya Bahari; dan Diplomasi Maritim. Rencana aksi tersebut terdiri dari 374 kegiatan multi-sektor di bawah 52 program, dijalankan oleh 40 kementerian/lembaga hingga tahun 2025, melalui kolaborasi dengan berbagai pemangku kepentingan publik dan swasta di tingkat pusat dan daerah.
Di bawah World Bank Indonesia Sustainable Oceans Program (ISOP), Coastal Fisheries Initiative-Challenge Fund (CFI-CF) terus mendukung Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) dalam membuka peluang peningkatan investasi di sektor kelautan dan perikanan yang berkelanjutan di Indonesia. Sebagai bagian dari proyek ini, bantuan teknis diberikan kepada bisnis untuk mendukung pengembangan jalur investasi perikanan yang bertanggung jawab di Indonesia. Pada tanggal 7 Desember 2021, bekerja sama dengan Planet Partnerships, salah satu dari enam bisnis yang didukung oleh CFI-CF, Mina Bahari 45 (MB 45), mempresentasikan business case mereka untuk pertama kalinya di Indonesia Investment Promotion Forum “Investment Acceleration for Marine and Fisheries Businesses”. Presentasi ini memaparkan rute bisnis yang jelas, yang diterima dengan baik oleh para pakar investasi selama acara. Kesempatan ini semakin menyoroti pentingnya berbagi pengetahuan, berkolaborasi, dan dukungan bisnis dari berbagai pemangku kepentingan publik dan swasta dalam mempercepat investasi untuk ekonomi yang berkelanjutan dan biru di Indonesia.
Bank Dunia berkomitmen untuk terus mendukung Pemerintah Indonesia dalam menginformasikan kebijakan untuk mempercepat ekonomi biru dengan mengelola sumber daya laut secara berkelanjutan. Melalui Oceans Multi-Donor Trust Fund, Bank Dunia berupaya untuk memperkuat efektivitas Kawasan Konservasi Laut (KKL). KKL yang dikelola dengan baik memberikan banyak manfaat ekologi, sosial dan ekonomi, seperti melestarikan keanekaragaman hayati, membangun kembali stok ikan dan meningkatkan ketahanan masyarakat pesisir. Kementerian Kelautan dan Perikanan menargetkan 20 juta hektar KKL yang efektif dikelola pada tahun 2024.
Indonesia telah membentuk lebih dari 196 KKL, yang sebagian besar dikelola di tingkat provinsi. Namun pemerintah provinsi memiliki kesenjangan yang signifikan dalam sumber daya manusia dan kapasitas keuangan untuk berhasil mengelola KKL ini. Berdasarkan analisis dan kesenjangan kebijakan pada mekanisme pembiayaan berkelanjutan untuk KKL, Bank Dunia telah mendukung pemerintah Nusa Tenggara Timur (NTT) untuk mengembangkan mekanisme kemitraan dan pembiayaan berkelanjutan, dengan KKL Alor sebagai percontohan. Hal ini penting untuk memperkuat efektivitas dan menyediakan sumber pembiayaan jangka panjang yang tetap untuk pengelolaan KKL.
Kerjasama antara Bank Dunia dan Pemerintah NTT telah dilakukan dalam penerbitan Peraturan Gubernur tentang KKL Kemitraan dan Kelembagaan Kolaborasi. Peraturan ini berfungsi sebagai kedudukan hukum yang memungkinkan pengelolaan kolaboratif dan kemitraan untuk KKL, termasuk investasi sektor swasta. Pengelolaan KKL secara kolaboratif, yang melibatkan pemangku kepentingan dalam pengelolaan dan tata kelola KKL, merupakan strategi yang berhasil untuk meningkatkan efektivitas pengelolaan KKL. Peraturan ini juga menjadi peraturan tingkat provinsi pertama di Indonesia yang secara khusus mengatur operasionalisasi pendekatan kolaboratif untuk mencapai pengelolaan KKL yang sangat efektif.
Perusahaan rintisan perikanan memainkan peran penting dalam sektor perikanan Indonesia dengan menyediakan akses pasar dan sumber keuangan baru, baik bagi nelayan dan petani skala kecil. Start-up ini telah membantu banyak nelayan skala kecil (pesisir atau pedalaman) untuk memperoleh pendapatan yang lebih tinggi, daya tawar yang lebih tinggi di pasar, peningkatan kapasitas bisnis, dan secara langsung atau tidak langsung mempromosikan tujuan sosial seperti pengentasan kemiskinan dan menutup kesenjangan gender. Banyak perusahaan rintisan juga mengakui, dan menanggapi, permintaan pasar akan keberlanjutan dan ketertelusuran.
Sebagai bagian dari proyek Coastal Fisheries Initiative – Indonesia Challenge Fund (CFI-CF), Bank Dunia melanjutkan kerjasama dengan Digifish (platform startup kelautan dan perikanan Indonesia) dengan menyelenggarakan acara networking antara startup, Kementerian Kelautan dan Perikanan ( KKP), dan Angel Investors Network (Angin). Acara ini bertujuan untuk menampilkan sembilan startup kelautan dan perikanan pemula yang mencari investasi awal yang akan membantu mereka melewati rintangan pertama dalam perjalanan mereka.
Key takeaways dari acara tersebut meliputi:
- Sektor kelautan dan perikanan adalah sektor yang dinamis dengan startup yang sangat aktif. Sementara beberapa startup telah mendapatkan investasi, beberapa masih membutuhkan dukungan investasi awal dari Angel Investors. Lima (5) pitch dari sembilan startup cukup menjanjikan dan berpotensi untuk memecahkan masalah termasuk masalah keberlanjutan dalam konteks lingkungan dan sosial.
- Angin menyajikan informasi tentang seluk beluk angel investor, dan yang lebih penting bagaimana startup pemula ini bisa memenangkan investasi dari angel investor ini.
- KKP mempresentasikan beberapa langkah dan dukungan untuk membantu bisnis di sektor ini berkembang, termasuk tunjangan pajak dan inisiatif startup baru. KKP juga mendorong sinergi antara dunia usaha, investor, dan pemerintah.
Mengingat pernyataan KKP bahwa startup teknologi dapat membantu menghubungkan usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) ke pasar atau rantai pasokan, acara lanjutan yang menghubungkan UMKM dengan startup sedang dipertimbangkan untuk diadakan.
Bank Dunia berkomitmen untuk terus mendukung agenda Pemerintah Indonesia, termasuk dalam upaya implementasi Penetapan Harga Karbon/ Carbon Pricing Instruments (CPI). Bersama dengan Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Bank Dunia menyelenggarakan Seri Carbon Outlook (CO2) Knowledge Exchange yang bertujuan untuk membahas pengetahuan tentang konsep dan implementasi CPI dan praktik terbaik dari negara lain. Sementara sesi pertama berfokus pada pendahuluan CPI, sesi mendatang akan melakukan diskusi lebih mendalam pada setiap Instrumen dan implementasi efektif ke dalam strategi nasional.
Presentasi di sini.
Pada tanggal 25 Maret, Bank Dunia meluncurkan laporan Oceans for Prosperity, menyoroti rekomendasi kebijakan untuk mendukung transisi Indonesia menuju ekonomi biru - Ini termasuk memastikan masa depan perikanan yang berkelanjutan; mewujudkan potensi pariwisata Indonesia; mengelola sumber daya pesisir dan laut secara berkelanjutan; dan mengatasi permasalahan sampah plastik di laut. Tonton rekamannya di sini.
Memastikan transisi yang lancar dan berkelanjutan menuju Ekonomi Biru atau Ekonomi Laut Berkelanjutan adalah prioritas utama bagi Pemerintah Indonesia. Kajian Bank Dunia menyajikan serangkaian rekomendasi kebijakan seputar pengelolaan pesisir, perikanan berkelanjutan, pariwisata pesisir dan laut, serta pengurangan plastik di laut dalam laporan bertajuk "Laut untuk Kesejahteraan." Rekomendasi kebijakan juga menyoroti pentingnya membangun kembali dengan lebih baik dan lebih biru sebagai bagian dari rencana pemulihan COVID-19. Para penulis laporan menyampaikan pandangannya dalam webinar internal Bank Dunia pada tanggal 27 Januari lalu. Deputi Bidang Kemaritiman dan Sumber Daya Alam BAPPENAS, Bapak Arifin Rudiyanto, turut hadir memberikan wawasan tentang arah kebijakan Indonesia bagi pembangunan sektor kelautan, kelautan, dan perikanan Indonesia. Laporan lengkap akan segera disebarluaskan secara eksternal dalam beberapa bulan mendatang.
In this 3rd edition of Digifish, this event will discuss the policy directions in the field of fisheries innovation, the development progress and impact of startups and presenting the farmers / fishermen who have taken advantage of digital innovation. The aim is none other than to continue accelerating the impact of innovation ecosystem.
Indonesia termasuk salah satu penyumbang polusi plastik laut terbesar. Menanggapi keadaan darurat ini, pemerintah Indonesia melakukan berbagai tindakan untuk mengatasi bencana yang berdampak buruk bagi lingkungan, kesehatan masyarakat, dan ekonomi. Rencana nasional pencemaran laut bertujuan untuk mengurangi sampah plastik hingga 70% antara sekarang dan 2025. Untuk itu, Kementerian Kelautan dan Perikanan telah beralih ke CLS, anak perusahaan dari Center National d'Etudes Spatiales (CNES) dan Compagnie Nationale à Portefeuille (CNP), serta kepada lembaga penelitian pengembangan IRD untuk mendapatkan gambaran yang lebih jelas tentang kemana perginya limbah ini di wilayah laut Indonesia. Program ini didukung oleh badan pembangunan Prancis AFD dan Bank Dunia. Tujuannya adalah untuk mendapatkan wawasan baru tentang bagaimana plastik laut dan sampah lain dari sungai dan kota besar hanyut, terakumulasi, dan hanyut ke darat untuk memprioritaskan dan mengoptimalkan pengumpulan di laut dan di darat.
Setelah berbulan-bulan musyawarah, Coral Reef Rehabilitation and Management Program–Coral Reef Initiative (COREMAP–CTI) dengan bangga mengumumkan proyek-proyek yang dipilih dari Call for Proposals COREMAP-CTI. Enam proyek terpilih akan fokus pada: Pemanfaatan Kawasan Konservasi Perairan oleh Masyarakat secara Berkelanjutan di Raja Ampat; Pemanfaatan Kawasan Konservasi Perairan oleh Masyarakat secara Berkelanjutan di Laut Sawu; Implementasi Rencana Aksi Nasional (RAN) Jenis Terancam; Dukungan Implementasi terhadap Pengelolaan Wilayah Pesisir Terpadu / Integrated Coastal Zone Management (ICZM) di Provinsi Papua Barat; Dukungan untuk Kelompok Pengawasan Masyarakat (POKMASWAS); dan Akses Area Pengelolaan Sumber Daya Perikanan untuk Masyarakat Setempat Proyek terpilih telah mendapatkan hibah antara IDR 8,671,000,000 dan IDR 19,492,350,000 untuk diberikan sampai akhir tahun 2022.
Sumber daya laut Indonesia berkontribusi senilai lebih dari 280 miliar dolar AS dalam berbagai bentuk kegiatan ekonomi setiap tahunnya, atau lebih dari seperempat PDB. Namun, pengelolaan yang belum memadai serta degradasi yang terjadi pada sektor perikanan dan sumber daya pesisir yang diakibatkannya mengancam nilai ekonomi dan ekologis kelautan Indonesia, juga bagi mata pencaharian masyarakat pesisir yang bergantung padanya. Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Kelautan dan Perikanan dan Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) bertekad untuk mengembangkan dan menjadikan ekonomi kelautan Indonesia lebih berkelanjutan. Bank Dunia mendukung visi ini dengan membentuk program Lautan Sejahtera (LAUTRA) yang berkontribusi kepada penanganan prioritas utama pemerintah, termasuk bagi pengembangan ekonomi kelautan Indonesia yang telah menjadi prioritas jangka panjang sejak 2014. Program ini juga akan berkontribusi kepada Rencana Pembangunan Jangka Menengah Indonesia (RPJMN 2020-2024). Program LAUTRA akan menggerakkan upaya peningkatan manajemen perikanan dan ekosistem pesisir serta mata pencaharian masyarakat pesisir melalui penerapan investasi terpadu dan perubahan kebijakan, dengan fase awal yang berfokus pada Indonesia Timur.
Pemerintah Indonesia bertekad untuk mengatasi masalah polusi plastik yang terus mencemari perairannya. Rencana Aksi Pemerintah Indonesia untuk Polusi Plastik menguraikan bahwa Indonesia memiliki waktu hingga tahun 2025 untuk mengurangi polusi plastik sebesar 70 persen. Komponen utama dari rencana ini adalah mengupayakan perubahan perilaku penduduk ke arah lebih baik dalam mengurangi penggunaan plastik. Untuk mengimplementasikan komponen ini, Kementerian Koordinator Bidang Kelautan dan Investasi, dengan dukungan dari Bank Dunia, telah merilis satu set yang berisi empat buku pedoman (playbook) komunikasi perubahan perilaku untuk memberdayakan masyarakat setempat dan para pemudanya di seluruh pelosok negeri untuk memulai inisiatif, acara, dan kampanye mereka sendiri mengenai penggunaan plastik. Tujuannya adalah untuk menjadikan playbook ini sebagai tuan rumah (host) pada platform pengetahuan daring yang akan digunakan sebagai perhentian utama (one-stop-shop) bagi upaya Gerakan Indonesia Bersih Indonesia—sebuah kampanye nasional untuk lingkungan yang lebih bersih dan lebih sehat di seluruh Indonesia.
Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Kemenkomarves) telah mencapai kemajuan signifikan dan menunjukkan potensi besar untuk memajukan Agenda Lautan Nasional Indonesia. Para anggota Komite Pengarah (Steering Committee) dari Kemenkomarves, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), dan mitra pembangunan (Norwegia dan Denmark), serta Bank Dunia berpartisipasi dalam Rapat Komite Pengarah yang dikelola oleh Oceans-Multi Donor Trust Fund (Oceans-MDTF) Bank Dunia pada tanggal 2 Juni 2020.
Pada rapat ini disoroti berbagai capaian Pemerintah Indonesia dalam tahun fiskal terakhir, termasuk meningkatnya upaya analitis terhadap berbagai kebijakan kelautan di Indonesia; penerbitan empat buku pedoman komunikasi perubahan perilaku untuk mengurangi penggunaan plastik sekali pakai; dan dukungan teknis yang berkelanjutan untuk meningkatkan ketahanan pesisir dan sumber daya laut. Rencana kerja dan pelaksanaan secara strategis Oceans-MDTF untuk tahun fiskal yang akan datang disahkan oleh para anggota Komite Pengarah, dan diharapkan untuk memperdalam pengetahuan tentang agenda lautan, meningkatkan pemahaman tentang berbagai kegiatan yang didanai oleh dana perwalian melalui komunikasi lebih lanjut dan keterlibatan para pemangku kepentingan, dan memperkuat kolaborasi lintas-sektoral tentang berbagai program berbasis kelautan.
Indonesia ingin mencapai tujuan ambisius untuk mereformasi ekonomi di sektor kelautan dan perikanan agar menjadi lebih berkelanjutan. Bank Dunia terus mendukung tujuan ini melalui PROBLUE Trust Fund yang baru-baru ini menggelontorkan dana hibah senilai 775.000 dolar AS untuk studi analitis yang akan mendukung persiapan program Lautan Sejahtera — LAUTRA (Oceans for Prosperity), yaitu investasi Pemerintah Indonesia dan Bank Dunia yang berfokus pada peningkatan pengelolaan perikanan, mata pencaharian masyarakat di kawasan pesisir, dan pengelolaan ekosistem di seluruh kawasan Timur Indonesia. PROBLUE adalah suatu dana perwalian multi-donor (multi-donor trust fund) yang mendukung pengembangan sumber daya kelautan dan pesisir secara terintegrasi, berkelanjutan, dan sehat di seluruh dunia, serta akan membantu Bank Dunia dan Kementerian Kelautan dan Perikanan Indonesia untuk menetapkan rencana praktis dalam upaya mencapai tujuan LAUTRA. Studi yang didukung oleh PROBLUE akan menghasilkan serangkaian rekomendasi, di antaranya tentang operasionalisasi sistem Wilayah Pengelolaan Perikanan Indonesia (WPP), sistem untuk dukungan sosial dan pembangunan ekonomi di wilayah pesisir, dampak perubahan iklim terhadap sektor perikanan Indonesia dan masyarakat pesisir, dan pengembangan mekanisme pembiayaan investasi terkait sektor kelautan. Keputusan pendanaan tersebut menunjukkan dukungan yang kuat terhadap visi Indonesia tentang ekonomi kelautan secara berkelanjutan dan kepercayaan terhadap LAUTRA sebagai salah satu jalan mewujudkan visi ini.