Berinvestasi pada guru saat ini dapat mendorong kemajuan generasi mendatang
WASHINGTON, 20 September 2023 – Setiap tahunnya, sekitar 172 juta anak di 22 negara-negara berpenghasilan menengah di Asia Timur dan Pasifik terdaftar di sekolah dasar. Investasi awal di bidang pendidikan merupakan kunci dari perkembangan yang luar biasa di Asia Timur. Namun, meskipun terjadi kemajuan yang signifikan pada angka partisipasi sekolah, anak-anak di beberapa negara dan di sebagian negara-negara tidak mendapatkan keterampilan pendidikan dasar, sebagaimana yang dilaporkan dalam laporan Bank Dunia, Fixing the Foundation: Teachers and Basic Education in East Asia and Pacific. Di semua negara yang tercakup dalam laporan tersebut, kualitas pendidikan masih tergolong rendah di daerah pedesaan dan daerah miskin, dibandingkan dengan daerah perkotaan dan daerah yang lebih kaya.
Menurut laporan tersebut, tingkat ketidakmampuan belajar (learning poverty), yang didefinisikan sebagai ketidakmampuan anak usia 10 tahun untuk membaca dan memahami bahan bacaan yang sesuai dengan usianya, berada di atas angka 50 persen di 14 dari 22 negara, termasuk Indonesia, Myanmar, Kamboja, Filipina, dan Republik Demokratik Rakyat Laos. Sedangkan di Malaysia yang berpenghasilan menengah-atas, learning poverty mencapai di atas 40 persen. Sebaliknya, persentase learning poverty di Jepang, Singapura, dan Republik Korea hanya berkisar di antara 3 hingga 4 persen.
Kegagalan membekali siswa dengan keterampilan dasar dapat menghambat kemampuan siswa untuk memiliki keterampilan di tingkat yang lebih tinggi, yang nantinya dapat membantu mereka memperoleh pekerjaan dan keluar dari lingkaran kemiskinan. Karena pembelajaran bersifat kumulatif, maka banyak dari anak-anak ini tidak akan pernah dapat mengembangkan keterampilan yang lebih maju, di mana keterampilan tersebut dibutuhkan oleh industri manufaktur yang inovatif dan sektor jasa yang canggih. Adapun hal-hal ini merupakan kegiatan ekonomi yang meningkatkan produktivitas untuk mengangkat status negara berpendapatan menengah menjadi negara berpendapatan tinggi.
Meskipun ada beberapa faktor yang memengaruhi pembelajaran, termasuk pendapatan keluarga, kesehatan, dan akses terhadap bahan pembelajaran, namun ketika seorang anak bersekolah, guru memiliki pengaruh yang paling besar. Namun demikian, menurut data dari beberapa negara di kawasan ini, guru seringkali masih memiliki pengetahuan yang terbatas tentang mata pelajaran yang mereka ajarkan. Di RDR Laos, hanya 8 persen guru kelas 4 SD yang mendapat nilai 80 persen atau lebih tinggi dalam penilaian matematika kelas 4 SD. Di Indonesia, hanya 8 persen guru kelas 4 SD yang mendapat nilai 80 persen atau lebih tinggi dalam evaluasi kemampuan bahasa Indonesia. Data menunjukkan bahwa ketidakhadiran guru di kelas juga menjadi masalah di beberapa negara. Laporan ini berfokus pada guru dan bagaimana dukungan bagi guru dan kualitas pengajaran dapat diperkuat.
"Kawasan Asia Timur dan Pasifik tetap mejadi salah satu kawasan dengan pertumbuhuan tertinggi dan yang dinamis di dunia," ujar Wakil Presiden Bank Dunia untuk Asia Timur dan Pasifik, Manuela V. Ferro. "Untuk mempertahankan dinamisme ini dan memungkinkan anak-anak generasi sekarang untuk menikmati pekerjaan dan standar kehidupan yang lebih baik sebagai manusia dewasa yang produktif nantinya, anak-anak tersebut memerlukan akses pada pengajaran berkualitas tinggi yang membangun keterampilan dasar mereka untuk pembelajaran seumur hidup.”
Karena sebagian besar guru yang ada saat ini masih akan mengajar hingga tahun 2030, laporan ini merekomendasikan fokus pada upaya peningkatan kemampuan guru. Walaupun data menunjukkan persentase yang signifikan terkait guru-guru yang dilatih di kawasan ini setiap tahun, penelitian baru di Kamboja, Fiji, RDR Laos, Mongolia, Filipina, Thailand, Timor-Leste, Tonga, dan Vietnam mengindikasikan bahwa program-program pelatihan tidak menerapkan praktik-praktik yang terkait dengan peningkatan pembelajaran siswa. Sebagai contoh, di antara negara-negara yang diteliti, hanya 14 persen program yang berfokus pada konten mata pelajaran, dibandingkan dengan 81 persen program yang terkait dengan peningkatan pembelajaran siswa secara global.
Pelatihan yang efektif dapat meningkatkan pemahaman guru terhadap mata pelajaran, memberikan kesempatan bagi guru untuk mempraktikkan pengetahuan baru tersebut kepada rekan-rekan sejawatnya, termasuk mengadakan pembinaan dan pendampingan lanjutan, serta memberikan insentif karier yang terkait dengan promosi atau gaji. Guru juga diberi penghargaan atas upaya mereka mempertahankan kualitas pengajaran yang baik selama karir mereka.
Teknologi pendidikan (EdTech) juga memiliki potensi untuk mentransformasi pengajaran dan pembelajaran bagi para siswa. Penelitian menunjukkan bahwa akses terhadap rekaman pengajaran oleh guru-guru berprestasi telah terbukti mampu meningkatkan nilai siswa dan juga meningkatkan kinerja guru-guru lainnya. Namun demikian, EdTech akan berjalan dengan baik jika diterapkan oleh guru-guru yang terlatih dalam penggunaan teknologi ini.
Laporan juga menyatakan bahwa dukungan dan komitmen politik dari pembuat kebijakan untuk meningkatkan hasil pembelajaran akan menjadi faktor krusial dalam memastikan terjadinya perubahan. Data survei terbaru dari tujuh negara menunjukkan bahwa para pembuat kebijakan belum menganggap serius tingkat learning poverty di negara mereka. Berbagai upaya untuk meningkatkan mutu guru dan memperbaiki pembelajaran murid, termasuk pelatihan yang efektif dan EdTech, akan memerlukan pembelanjaan yang lebih efektif dari sumber daya yang ada dan alokasi sumber daya tambahan. “
“Menangani permasalahan dalam learning poverty akan dapat lebih mencerahkan masa depan generasi muda dan prospek ekonomi kawasan ini,” kata Kepala Ekonom Bank Dunia untuk kawasan Asia Timur dan Pasifik, Aaditya Mattoo. "Memperbaiki fondasi pendidikan membutuhkan reformasi dan sumber daya, serta kolaborasi semua pihak terkait: kementerian pendidikan dan kementerian keuangan, para guru dan orang tua."