Skip to Main Navigation
SIARAN PERS08 Juni 2022

Proyek Baru akan Mendukung Konservasi dan Restorasi Mangrove Dalam Jumlah Besar di Indonesia

Upaya Ini Bertujuan untuk Meningkatkan Ketahanan Masyarakat Pesisir di Indonesia

Washington, DC, 7 Juni 2022. Dewan Direktur Eksekutif Bank Dunia pada tanggal 20 Mei 2022 menyetujui proyek untuk mendukung Pemerintah Indonesia meningkatkan pengelolaan mangrove sekaligus mengembangkan mata pencaharian bagi masyarakat.

Proyek Mangrove untuk Ketahanan Pesisir akan berfokus pada penguatan kebijakan dan lembaga dalam mengelola dan merehabilitasi mangrove, meningkatkan pengelolaan mangrove secara berkelanjutan, serta meningkatkan berbagai peluang mata pencaharian bagi masyarakat pesisir yang hidup di sekitar hutan mangrove di beberapa daerah.

“Keberhasilan proyek ini akan berkontribusi signifikan terhadap pencapaian sasaran pengurangan emisi Indonesia yang tercantum di dalam Nationally Determined Contributions (NDC), serta sasaran kita untuk menjadikan sektor kehutanan dan penggunaan lahan sebagai Net Sink pada tahun 2030. Upaya restorasi dan konservasi mangrove sangat penting bagi pencapaian sasaran tersebut, dan merupakan wujud nyata kuatnya komitmen global Indonesia untuk beradaptasi terhadap dan memitigasi berbagai dampak perubahan iklim”, kata Siti Nurbaya Bakar, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia.

Terbentang seluas sekitar 3,4 juta hektar, 20 persen dari seluruh mangrove yang ada di dunia berada di Indonesia dan mencakup 40 dari 54 spesies mangrove sejati (true mangroves) – saat ini tercatat memiliki keanekaragaman terkaya di dunia. Hutan mangrove Indonesia menyimpan 3,14 miliar ton CO2 (dikenal dengan sebutan “blue carbon”), atau setara dengan emisi Gas Rumah Kaca yang dihasilkan oleh sekitar 2,5 miliar kendaraan bermotor yang dikendarai selama setahun. Mangrove merupakan komponen utama mata pencaharian masyarakat pesisir, serta menjadi sumber penting untuk makanan dan penghasilan. Sekitar 55 persen dari total biomassa perikanan tangkap di Indonesia merupakan spesies yang bergantung kepada mangrove, dengan produksi tahunan bernilai US$825 juta. Mangrove juga memiliki nilai pariwisata hingga US$30 juta per tahunnya. Penelitian Bank Dunia baru-baru ini mengungkap bahwa mangrove di Indonesia memiliki nilai total tahunan sebesar US$15.000 hingga US$50.000 per hektar.

Mengingat nilai yang demikian besar, mangrove di Indonesia perlu direhabilitasi. Dalam 20 tahun terakhir, Indonesia kehilangan hampir 13.000 hektar mangrove setiap tahunnya (lebih luas dari kota Paris), disebabkan oleh faktor-faktor tidak langsung, termasuk permintaan global akan beragam produk, seperti misalnya udang (yang kerap dibudidayakan di kawasan yang sebelumnya ditumbuhi oleh mangrove) serta kurangnya pemahaman mengenai nilai ekonomis mangrove.

Masyarakat pesisir yang bergantung kepada mangrove untuk ketahanan hidup dan mata pencaharian termasuk di antara mereka yang paling rentan di Indonesia. Mereka memiliki akses yang terbatas kepada layanan umum seperti sekolah menengah, air yang aman digunakan, listrik, dan tranportasi, dan mengalami kemiskinan 1,27 persen lebih tinggi daripada masyarakat yang tinggal di pedesaan bukan pesisir. Saat ini dengan adanya krisis yang disebabkan oleh COVID-19, angka kemiskinan kemungkinan besar meningkat – menekankan perlunya kebijakan dan investasi yang ditargetkan untuk mencapai masyarakat pesisir.

“Bank Dunia memuji langkah berani yang telah diambil oleh Pemerintah Indonesia untuk mengendalikan laju pengurangan mangrove serta merehabilitasi kawasan mangrove yang terdegradasi dan terdeforestasii, dan oleh karena itu kami siap mendukung upaya-upaya tersebut. Konservasi ekosistem mangrove Indonesia yang sehat dan upaya rehabilitasi dengan sasaran yang jelas dan menggunakan praktik-praktik baik secara global dapat menghasilkan keuntungan ekonomi yang signifikan bagi negara dalam bentuk ketahanan pesisir, produktivitas sektor perikanan, potensi pariwisata, dan mitigasi dampak perubahan iklim. Melalui proyek ini, Bank Dunia mendukung Indonesia meningkatkan pembangunan hijau yang berketahanan dan inklusif bagi masyarakat pesisir, di antaranya melalui penguatan kelembagaan serta kebijakan di tingkat nasional dan daerah dalam mengelola mangrove, juga menambahkan nilai mangrove dengan memungkinkan adanya skema pembayaran blue carbon yang terkandung di dalam mangrove,” ucap Satu Kahkonen, Direktur Bank Dunia untuk Indonesia dan Timor-Leste. “Dengan mengintegrasikan pengelolaan sumber daya secara berkelanjutan ke dalam perencanaan di tingkat desa dan peningkatan peran perempuan dalam pengelolaan mangrove serta kepemimpinan di desa, kami berharap untuk menyaksikan terjadinya peningkatan tutupan mangrove serta pengurangan laju hilangnya mangrove.”

Proyek ini dirancang untuk mendukung Program Rehabilitasi Mangrove Pemerintah yang ditargetkan untuk merehabilitasi mangrove seluas 600.000 hektar hingga tahun 2024. Pada tahap awal, proyek ini difokuskan di empat provinsi yang memiliki porsi kawasan mangrove yang telah ada maupun yang terdegradasi, yaitu di Kalimantan Timur, Kalimantan Utara, Sumatera Utara, dan Riau. Model peningkatan konservasi, rehabilitasi, serta peningkatan mata pencaharian yang diterapkan pada proyek ini berpotensi untuk direplikasi di seluruh wilayah Indonesia. Proyek ini juga mendukung Rencana Aksi Iklim Kelompok Bank Dunia (Tahun Fiskal 2021-25) serta Strategi Gender (TF 2016-23), terutama dalam hal tujuan strategis terkait peluang ekonomi serta peningkatan suara dan agensi perempuan.

Untuk informasi lebih lanjut, kunjungi: www.worldbank.org/indonesia Ikuti kami:

@BankDunia

SIARAN PERS NO: 2022/093/EAP

Kontak

Washington DC
Nick Keyes
+1 (202) 473-9135
Jakarta
Lestari Boediono
+62-21-5299-3156

Blog

    loader image

TERBARU

    loader image