WASHINGTON, 23 Februari 2021 - Inovasi adalah hal yang sangat penting bagi pertumbuhan produktivitas dan kemajuan perekonomian di kawasan Asia Timur, terutama di tengah dinamika dunia yang berubah dengan cepat, menurut laporan baru Bank Dunia yang diluncurkan hari ini.
Negara-negara berkembang di Asia Timur memiliki catatan mengesankan tentang pertumbuhan dan penurunan kemiskinan yang terus meningkat. Namun pertumbuhan produktivitas yang melambat, ketidakpastian yang membayangi perdagangan global, dan kemajuan teknologi semakin menuntut terjadinya peralihan ke moda produksi yang baru dan lebih baik, demi mempertahankan kinerja perekonomian.
Untuk mendukung para pembuat kebijakan dalam menghadapi tantangan ini, laporan Inovasi Penting bagi Asia Timur yang Terus Berkembang mengkaji keadaan inovasi di kawasan ini, menganalisis kendala utama yang dihadapi perusahaan dalam berinovasi, kemudian menjabarkan agenda dari berbagai tindakan yang ditujukan untuk memacu pertumbuhan yang didorong inovasi.
“Banyak bukti yang menunjukkan keterkaitan antara inovasi dengan produktivitas yang tinggi,” ucap Victoria Kwakwa, Vice President Bank Dunia Asia Timur dan Pasifik.“Pandemi COVID-19, perubahan iklim, dan lingkungan global yang berkembang pesat, menyebabkan semakin mendesaknya bagi negara-negara yang berada di kawasan ini untuk mendorong inovasi secara lebih pesat melalui kebijakan yang lebih baik.”
Sementara kawasan Asia Timur yang masih berkembang merupakan basis dari beberapa inovator terkenal, data yang dijabarkan di dalam laporan tersebut menunjukkan bahwa sebagian besar negara di kawasan ini (kecuali Tiongkok) berinovasi tidak sepesat yang diharapkan, terkait dengan tingkat pendapatan per kapita mereka. Sebagian besar perusahaan beroperasi jauh di belakang standar teknologi terdepan. Kawasan ini juga tertinggal dari negara-negara maju dalam hal luas dan intensitas penggunaan teknologi baru.
“Selain beberapa contoh penting, sebagian besar perusahaan di Asia Timur yang sedang berkembang saat ini tidak berinovasi,” kata Xavier Cirera, penulis utama laporan ini. “Oleh karena itu, diperlukan model inovasi berbasis luas - yang mendukung banyak perusahaan untuk mengadopsi teknologi baru, sekaligus memudahkan perusahaan yang lebih canggih untuk menerapkan proyek dengan memanfaatkan teknologi termutakhir.”
Laporan tersebut mengidentifikasi beberapa faktor yang menghambat inovasi di kawasan ini, termasuk informasi yang tidak memadai mengenai teknologi baru, ketidakpastian akankah kembali lagi kepada proyek-proyek inovasi, kemampuan perusahaan yang lemah, tidak memadainya keterampilan staf, dan opsi-opsi pembiayaan yang terbatas. Selain itu, kebijakan maupun kelembagaan negara yang terkait dengan inovasi tidak selaras dengan kemampuan dan kebutuhan perusahaan.
Untuk memacu inovasi, laporan tersebut menyarankan agar negara-negara mengarahkan kembali kebijakan untuk mendorong penyebaran teknologi yang sudah ada, bukan hanya penyebaran penemuan, guna mendukung inovasi di keseluruhan sektor jasa, tidak hanya di bidang manufaktur saja; serta untuk memperkuat kemampuan inovasi perusahaan. Perluasan cakupan dari kebijakan inovasi ini sangat penting untuk meningkatkan produktivitas perusahaan-perusahaan di wilayah tersebut.
“Adalah penting bagi pemerintah negara-negara di kawasan ini untuk mendukung inovasi di bidang jasa, mengingat semakin pentingnya peran bidang jasa di negara-negara tersebut - bukan hanya demi kualitas jasa yang lebih baik tapi juga sebagai input utama bagi manufaktur,” ungkap Andrew Mason, juga penulis utama laporan tersebut.
Negara-negara di kawasan ini juga perlu memperkuat faktor pelengkap utama untuk inovasi, di antaranya keterampilan pekerja dan instrumen untuk membiayai proyek-proyek inovasi. Terbangunnya hubungan yang lebih kuat antara lembaga penelitian nasional dengan perusahaan-perusahaan juga penting untuk mendorong pertumbuhan berbasis inovasi di wilayah tersebut.
Laporan, Inovasi Penting bagi Asia Timur yang Terus Berkembang, dapat diunduh di sini.
Catatan:Istilah “Asia Timur Berkembang” mengacu kepada 10 negara berpenghasilan menengah yang dikaji di dalam studi ini: Kamboja, Cina, Indonesia, Lao PDR, Malaysia, Mongolia, Myanmar, Filipina, Thailand, dan Vietnam.