Laporan tunjukkan kota-kota Indonesia bisa wujudkan kesejahteraan, inklusivitas, dan kehidupan nyaman
Jakarta, 3 Oktober 2019 – Urbanisasi memiliki potensi menjadi pendorong utama kesejahteraan dan inklusivitas di Indonesia, tetapi untuk mencapai potensinya perlu reformasi kelembagaan yang berani, menurut laporan Bank Dunia yang diluncurkan hari ini. Kota-kota di Indonesia membutuhkan manajemen yang lebih baik dan pembiayaan yang cukup. Ini berarti memperbanyak pilihan pembiayaan infrastruktur dan layanan dasar, meningkatkan koordinasi pemerintah di berbagai tingkat dan sektor dan di dalam sebuah kawasan metropolitan yang sama, serta membangun kapasitas pemerintah daerah untuk merencanakan dan melaksanakan pembangunan kota dengan lebih baik.
Indonesia mengalami urbanisasi seiring meningkatnya tingkat pembangunan. Sejak 1950, Produk Domestik Bruto (PDB) rata-rata per kapita naik hampir sembilan kali lipat. Pada saat yang sama, proporsi penduduk yang tinggal di perkotaan naik dari 12% menjadi 56%. Meningkatnya kesejahteraan Indonesia terkait erat dengan manfaat dari berkembangnya aglomerasi perkotaan dan peralihan ke ekonomi berbasis jasa dan industri.
“Ketika orang dan perusahaan berkumpul di kota-kota, menjadi lebih mudah untuk menyesuaikan keterampilan dengan lapangan pekerjaan, saling bertukar ide dan pengetahuan, berbagi masukan, dan mengakses pasar,” kata Kurt Kunz, Duta Besar Swiss untuk Indonesia. "Kota adalah mesin penggerak kesejahteraan, dan inilah mengapa Swiss mendukung pembangunan perkotaan berkelanjutan di Indonesia," tambahnya.
Meski urbanisasi telah melambat dari laju yang sangat tinggi pada tahun 1980-an dan 1990-an, jumlah penduduk di kota-kota di Indonesia terus bertambah dengan pesat. Saat ini, sekitar 151 juta orang tinggal di perkotaan. Pada tahun 2045, saat Indonesia merayakan seratus tahun kemerdekaannya, sekitar 220 juta orang, atau lebih dari 70% penduduk, akan tinggal di kota.
“Peluang ekonomi yang lebih baik di kota telah membantu mendorong jutaan penduduk Indonesia keluar dari kemiskinan dan jutaan lainnya menjadi kelas menengah,” kata Sameh Wahba, World Bank Global Director for Urban, Disaster Risk Management, Resilience and Land Global Practice.
Laporan tersebut mengangkat bahwa Indonesia belum mendapat banyak manfaat dari urbanisasi seperti negara lain. Antara tahun 1996 hingga 2016, tiap peningkatan persentase poin untuk penduduk Indonesia yang tinggal di perkotaan terkait dengan peningkatan 1,4% PDB per kapita, dibanding 2,7% untuk negara-negara berkembang lain di Asia Timur dan Pasifik. Kota-kota di Indonesia juga menghadapi tantangan agar dapat menjadi tempat tinggal yang nyaman akibat kemacetan lalu lintas, polusi, kurangnya perumahan yang terjangkau, dan terbatasnya layanan dasar. Selain itu, meski urbanisasi telah memberi kontribusi penting bagi peningkatan standar kehidupan secara keseluruhan, manfaatnya belum dirasakan secara merata.
Laporan Time to ACT: Realizing Indonesia’s Urban Potential berpendapat bahwa kemampuan Indonesia untuk merealisasikan potensi penuh urbanisasi akan bergantung pada pengelolaan “kekuatan kemacetan” yang lebih baik. Hal ini timbul akibat bertambahnya tekanan penduduk kota pada infrastruktur, layanan dasar, tanah, perumahan, dan lingkungan. Laporan ini mengusulkan tiga prinsip kebijakan dasar:
- Augment: Memperluas cakupan dan meningkatkan mutu layanan dasar serta infrastruktur untuk mengurangi kemacetan, meningkatkan peluang yang setara, dan mengurangi ketimpangan modal manusia.
- Connect: Menghubungkan orang dengan pekerjaan dan layanan dasar di dalam kota, serta menghubungkan kawasan perkotaan yang memiliki ukuran yang berbeda satu sama lain, juga dengan daerah pedesaan di sekitarnya, dan dengan pasar internasional.
- Target: Menarget tempat dan orang yang tertinggal dalam proses urbanisasi agar manfaat kemakmuran urbanisasi mereka rasakan dan perkotaan layak huni bagi semua orang.
“Tidak ada negara besar yang pernah mencapai status pendapatan tinggi tanpa melalui proses urbanisasi,” kata Rodrigo A. Chaves, Kepala Perwakilan Bank Dunia untuk Indonesia dan Timor-Leste. “Karena lingkungan perkotaan sulit dan mahal untuk diubah setelah selesai dibangun, menunda bertindak akan membawa risiko Indonesia tertahan lebih jauh pada jalur pembangunan perkotaan yang tidak optimal. Agar berhasil, Indonesia perlu bertindak sekarang.”
Laporan ini memberi cara baru mengklasifikasi berbagai jenis perkotaan dan pedesaan di Indonesia. Dengan menggunakan berbagai sumber data, laporan melihat bagaiman urbanisasi di Indonesia telah menghasilkan tiga capaian utama: kesejahteraan, inklusivitas, dan hidup nyaman.
Pembuatan laporan ini didukung Swiss State Secretariat for Economic Affairs melalui Indonesia Sustainable Urbanization Multi-Donor Trust Fund, serta pemerintah Australia melalui dana perwalian Local Solutions to Poverty dan Partnership for Knowledge Based Poverty Reduction.