Indonesia mencatat pertumbuhan yang kokoh tahun 2012, tetapi meningkatnya tekanan dapat mengancam momentum pertumbuhan
Jakarta, 18 Maret 2013 – Ekonomi Indonesia mencatat laju pertumbuhan yang kokoh selama tahun 2012, tetapi Perkembangan Triwulanan Perekonomian Indonesia (Triwulanan) edisi bulan Maret 2013 Bank Dunia mencatat bahwa tekanan-tekanan kebijakan dan ekonomi domestik mulai meningkat. PDB pada 2012 tumbuh sebesar 6,2 persen, sedikit lebih rendah dari 6,5 persen pada tahun 2011. Bank Dunia memproyeksikan pertumbuhan 6,2 persen untuk tahun 2013, tetapi meningkatkan pertumbuhan lebih tinggi lagi akan sangat menantang.
“Ketahanan ekonomi telah menjadi kekuatan Indonesia di tengah perlemahan ekonomi dunia,” kata Stefan Koeberle, Country Director Bank Dunia untuk Indonesia. “Dengan kebijakan-kebijakan yang tepat, Indonesia dapat meningkatkan pertumbuhan lebih tinggi, memanfaatkan kekuatan urbanisasi dan peningkatan pendapatan, pada saat bersamaan memperbanyak lapangan kerja berkualitas bagi angkatan kerja yang semakin meningkat.”
Dengan ketidakpastian kebijakan masih bertahan di AS dan wilayah Euro, Bank Dunia memperkirakan hanya sedikit peningkatan dalam pertumbuhan dunia pada tahun 2013 – naik menjadi 2,4 persen dari 2,3 persen pada tahun 2012. Penurunan harga komoditas utama dan lemahnya lingkungan eksternal membantu mendorong neraca berjalan Indonesia menjadi defisit sebesar 2,7 persen dari PDB pada tahun 2012, dari surplus kecil sebesar 0,2 persen dari PDB pada tahun 2011.
Subsidi BBM, yang besarnya mencapai 2,6 persen dari PDB pada tahun 2012, mungkin telah menambah tekanan terhadap neraca perdagangan luar negeri, dan menjadi beban yang signifikan terhadap sektor fiskal.
Dalam peluncuran Triwulanan ini, Bank Dunia menyoroti lima sumber tekanan terhadap prospek (outlook) ekonomi. Kelima sumber itu adalah perlambatan pertumbuhan investasi, kemungkinan implikasi dari perlambatan penjualan riil dan pertumbuhan PDB nominal, tren-tren pada neraca eksternal, berlanjutnya beban subsidi BBM, dan melambatnya laju penurunan kemiskinan.
Risiko terbesar terhadap pertumbuhan jangka pendek dapat berasal dari investasi dalam negeri, yang berkontribusi dua per lima dari pertumbuhan pada tahun 2012. Belanja investasi telah melambat, terutama di bidang sumber daya padat modal (capital intensive sector). Pertumbuhan investasi tetap (fixed investment) turun ke 7,3 persen secara tahun-ke-tahun pada kuartal akhir tahun 2012, turun dari 12,5 persen pada kuartal kedua, dan impor barang-barang modal telah melemah. Meningkatkan kepastian peraturan dan kebijakan dapat membantu iklim investasi.
Tanggapan kebijakan yang sesuai terhadap peningkatan tekakan dapat mencakup peningkatan investasi infrastruktur publik dan penekanan kepada daya saing perdagangan, dan juga reformasi subsidi BBM.
“Dengan tekanan semakin meningkat, pengalaman global mennjukkan bahwa tanggapan kebijakan yang proaktif dapat membantu menjaga ekonomi tetap pada jalurnya dan menghindari kejutan penurunan pertumbuhan yangsering hadapi oleh negara-negara berpenghasilan menengah. Perkembangan terakhirmenunjukkan pentingnya penekanan pada daya saing perdagangan dan dukungan kepada investasi swasta,” kata Jim Brumby, Ekonom Utama Bank Dunia dan Manager dari sektor Pengentasan Kemiskinan dan Pengelolaan Ekonomi (Poverty Reduction and Economic Management) di Indonesia.
Investasi juga sangat diperlukan bagi infrastruktur yang belum cukup dan telah berusia lanjut yang terus menghambat pertumbuhan, menyebabkan hambatan dan biaya logistik yang tinggi. Investasi infrastruktur tetap berada pada kisaran 3 persen hingga 4 persen dari PDB, dibanding sekitar 7 persen yang tercatat sebelum krisis Asia.
Tantangan infrastruktur bagi sebagian besar kota-kota di Indonesia sudah cukup parah – dengan lebih dari setengah penduduk Indonesia tinggal di daerah perkotaan, dan laju urbanisasi yang tetap tinggi. Peningkatan jumlah, kualitas dan efisiensi investasi infrastruktur dapat membantu membuka manfaat ekonomi dari aglomerasi perkotaan dan mendukung kualitas layanan masyarakat, terutama di kota-kota berukuran menengah yang perkembangannya tertinggal dari pusat perkotaan yang lebih kecil dan kota-kota sangat besar ("mega cities”)