Jakarta, 24 Maret 2010 — Gempa bumi dan tsunami Jepang kembali mengingatkan dunia bahwa kerusakan akibat bencana alam dapat menjadi sebuah malapetaka, dan karena itu pencegahan menjadi sangat penting. Kesadaran terhadap pencegahan inilah yang berhasil menyelamatkan banyak nyawa di Jepang. Menurut laporan bersama Bank Dunia dan PBB, upaya pencegahan dapat menurunkan kerentanan terhadap bencana alam seperti gempa bumi, badai, dan banjir. Pencegahan menjadi semakin diperlukan, karena jumlah orang yang terancam badai dan gempa bumi di kota-kota besar diperkirakan akan mencapai 1,5 milyar orang pada tahun 2050.
Ancaman Alami, Bencana Bukan Alami: Ekonomi dari Pencegahan Efektif, yang diluncurkan hari ini di Jakarta memperkirakan bahwa pada tahun 2100, bahkan tanpa perubahan iklim, nilai kerusakan dari bencana berbasis cuaca diperkirakan akan mencapai $185 milyar per tahun. Dengan memperhitungkan perubahan iklim, nilai kerusakan akan lebih besar. Dalam kasus badai tropis, nilai kerusakan akan bertambah sebanyak $28-68 milyar. Namun laporan ini memperdebatkan bahwa banyak hal dapat dilakukan untuk menurunkan beban dari ancaman semacam ini – bahkan dihadapan risiko yang meningkat dari perubahan iklim.
“Berhubung sebagian besar langkah mitigasi bencana didanai anggaran kontingensi, maka kemampuan untuk mengambil langkah pencegahan dengan tepat menjadi sangat krusia. Saya nilai rekomendasi-rekomendasi laporan ini sangat masuk akal untuk diterapkan,” kata Agus Martowardjojo, Menteri Keuangan Indonesia.
Salah satu pesan utama laporan ini adalah “langkah pencegahan sangat bermanfaat, namun kita tidak selalu harus membayar lebih untuk pencegahan”. Pencegahan dengan biaya efektif termasuk membuka akses terhadap informasi yang berkaitan dengan bencana, serta menjamin hak kepemilikan gedung guna mendorong reparasi dan pemeliharaan yang lebih baik. Laporan ini juga mendorong pembangunan infrastruktur fungsi ganda: contohnya, sekolah yang merangkap sebagai tempat berlindung dari badai topan atau jalan raya yang merangkap sebagai saluran pembuangan. Ada kalanya juga dimana pengeluaran ekstra untuk pencegahan memang diperlukan: contohnya, untuk mengembangkan dan memelihara sistem peringatan dini, serta mendanai riset untuk memperbaiki praktek-praktek pembangunan gedung.
“Isu-isu yang ditampilkan dalam laporan ini relevan bagi Indonesia dan seluruh kawasan. Sejak ikut membangun kembali Aceh dan Yogyakarta pasca-bencana, Bank Dunia telah secara aktif membantu Indonesia menanggulangi bencana dan juga membantu masyarakat beradaptasi dengan bencana-bencana ini,” kata James Adams, Wakil Presiden Bank Dunia untuk Asia Timur dan Pasifik.
“Laporan ini dapat menjadi sumber daya yang berarti untuk pemerintah Indonesia dalam membangun sistem manajemen resiko bencana sesuai dengan kebutuhan, geografi, dan kapasitas sumber daya negara,” kata Stefan Koeberle, Direktur Bank Dunia untuk Indonesia.
Ancaman Alami, Bencana Bukan Alami adalah hasil kerjasama selama dua tahun sejumlah ilmuwan iklim, ekonom, ahli geografi, ilmuwan politik, dan psikolog. Laporan ini telah mendapatkan dukungan enam Pemenang Nobel. Laporan ini didanai oleh Fasilitas Global untuk Pengurangan dan Pemulihan Bencana, kerja sama dari 35 negara dan enam organisasi internasional, termasuk Bank Dunia, yang membantu negara-negara berkembang mengurangi kerentanan mereka atas ancaman alami dan beradaptasi dengan perubahan iklim.