Pada kunjungan pertama saya sebagai Wakil Presiden Bank Dunia untuk Asia Timur Pasifik, saya berkesempatan mempelajari apa saja pencapaian dan tantangan Indonesia untuk mewujudkan aspirasinya menjadi salah satu negara paling makmur di dunia.
Setelah krisis keuangan yang melanda Asia hampir 20 tahun yang lalu, Indonesia telah memperkuat ketahanan makro ekonominya dan mengurangi kerentanan, melalui pengelolaan makro ekonomi yang kuat. Indonesia berkembang menjadi negara berpenghasilan menengah, dengan terus melipatnya jumlah kelas menengah dan pemangkasan angka kemiskinan lebih dari setengah.
Namun Indonesia tetap menghadapi tantangan pemerataan kemakmuran yang lebih luas. Ketimpangan pendapatan masih tinggi, dan sepertiganya disebabkan oleh perbedaan keadaan antara warga yang ditentukan saat kelahiran.
Misalnya, malnutrisi memperburuk ketidakdilan yang dialami anak-anak miskin, mulai dari awal kehidupan mereka. Hal ini menghambat kemampuan mereka sebagai orang dewasa. Stunting berkembang pada 1000 hari pertama kehidupan seorang anak – masa kritis yang akan mengganggu perkembangan sel otak. Dampaknya bisa sangat berbahaya. Menurut penelitian, anak-anak yang menderita stunting sulit berprestasi di sekolah dan mungkin penghasilan mereka selama hidup akan sepuluh persen lebih rendah. Pada tahun 2013, hampir 9 juta atau 37 persen anak balita di negara ini terhambat pertumbuhan tinggi badannya. Hal ini menempatkan Indonesia dalam perangkat lima negara terbesar di dunia dengan persentase jumlah terbanyak anak-anak penderita stunting.
Stunting bisa berhubungan dengan meningkatnya risiko penyakit tidak menular dan risiko obesitas saat dewasa. Akibat mahalnya biaya kesehatan dan berkurangnya nilai produktivitas, kecenderungan penderitaan penyakit tidak menular berkaitan dengan kerugian ekonomi.
Pengalaman global menunjukkan bahwa kita dapat mengatasi stunting, dengan menerapkan pendekatan holistik yang mengatasi beberapa sebab stunting dan menciptakan sinergi antara beberapa program intervensi, baik di dalam maupun di luar sektor kesehatan. Contohnya, Peru berhasil memangkas persentase stunting sebesar setengah dalam kurun waktu kurang dari satu dekade. Faktor utama keberhasilan adalah: komitment kuat pada tingkat tertinggi pemerintahan, alokasi anggara ke daerah geografis dengan tingkat stunting yang tinggi, penggunaan struktur insentif yang inovatif dan sejalan dengan kebutuhan rumahtangga, fasilitas kesehatan dan pemerintahan lokal guna mengatasi stunting, dan penggunaan sistem data terpadu yang mengintegrasi program bantuan sosial.
Dengan dukungan Bank Dunia, pemerintah Indonesia telah memperkuat upaya untuk mengatasi akar penyebab malnutrisi. Dalam kunjungan saya ke Indonesia, saya berjumpa dengan pejabat senior pemerintahan yang telah memprioritaskan masalah ini. Saya sempat berkunjung ke Daerah Istimewa Yogyakarta dan melihat bagaimana program PAMSIMAS (Penyedian Air Minum dan Saniasi berbasis Masyarakat) dilaksanakan oleh pemerintah daerah bersama masyarakat di 32 provinsi Indonesia. Kurangnya air bersih bisa mengancam kesehatan ibu dan anak yang berujung pada kekurangan gizi yang akut dan meningkatnya prevalensi stunting. Program PAMSIMAS memberikan penyuluhan menerapkan kebersihan dalam kehidupan sehari-hari masyarakat. Hingga akhir tahun lalu, program ini telah membantu lebih dari sembilan juta masyarakat Indonesia untuk mendapatkan air bersih, dan menyediakan fasilitas sanitasi bagi 8,4 juta masyarakat di lebih dari 12 ribu desa. Karena dianggap sebagai pilihan yang efektif secara biaya untuk meningkatkan kualitas air dan sanitasi, program ini diharapkan dapat meluaskan jangkauannya hingga dinikmati oleh lebih dari 27 ribu desa di 400 kabupaten. Perkiraan biaya adalah sekitar US $1,64 milyar.
Kunjungan saya ke puskemas yang didukung program Generasi Sehat dan Cerdas memberi saya pemahaman yang lebih dalam mengenai pentingnya kemitraan yang kuat antara pemerintah daerah, penyedia layanan serta masyarakat guna memperbaiki kesehatan dan nutrisi kaum ibu dan anak. Program Generasi memberi dukungan perawatan dan nutrisi kepada lima juta ibu dan anak di 5,500 desa di 11 provinsi. Melalui dana hibah program ini, kami ingin memastikan para ibu hamil mendapat asupan zat besi yang cukup, serta mendapat perawatan yang layak sebelum dan sesudah melahirkan. Anak-anak mereka mendapat imunisasi serta perawatan yang baik.
Di salah satu provinsi termiskin, program ini mampu mengurangi sebesar 20 persen kasus berat badan kurang pada bayi, dan juga mengurangi sebesar 33 persen jumlah anak-anak penderita kurang berat badan. Jumlah kasus stunting di propinsi ini berkurang hingga 21 persen setelah implementasi program selama tiga tahun. Dalam konteks mengalirkan dana ke desa-desa melalu program Dana Desa, program ini menunjukkan bagaimana desa-desa dapat diberdayakan untuk berinvestasi dan berkontribusi guna mengurangi stunting, sebuah prioritas nasional.
Keberhasilan dua program ini perlu diperluas ke seluruh pelosok Indonesia. Para pembuat kebijakan, masyarakat, kalangan swasta dan mitra-mitra pembangunan perlu bekerjasama untuk meningkatkan investasi pada peningkatan kualitas nutrisi, meningkatkan apa yang masih bisa ditingkatkan, dan menyokong penelitian yang dapat menentukan arah kebijakan. Kerjasama ini diharapkan bisa memperkuat koordinasi dan integrasi dari beberapa program lainnya, guna mengatasi faktor-faktor penentu stunting yang bersifat multi-sektoral, dan memperbaiki kualitas pembelanjaan pemerintah serta pemberian layanan di tingkat lokal guna menghasilkan nutrisi yang sehat.
Bank Dunia berkomitmen untuk berkerja dengan Pemerintah Indonesia dan mitra pembangunan lainnya untuk menciptakan strategi, kebijakan dan program-program yang akan memajukan negara ini menuju suatu visi dimana tidak ada satu anak pun yang mengalami stunting atau malnutrisi. Sebuah visi dimana setiap anak akan mendapat kesempatan terbaik di awal hidup mereka, guna memenuhi kemampuan mereka untuk belajar, berkembang dan berkontribusi kepada aspirasi Indonesia menjadi salah satu negara paling makmur di dunia.
Opini ini dimuat pertama kali oleh harian Kompas.