Dengan jumlah plastik di laut yang terus meningkat, Indonesia terus bergelut dengan perjuangannya melawan pencemaran laut. Jakarta—ibu kota negara yang dengan sembilan juta penduduk—baru-baru ini pada tanggal 1 Juli 2020 meresmikan, pelarangan penggunaan kantong plastik sekali pakai di pasar tradisional, supermarket modern, dan minimarket.
Dengan adanya COVID-19, semakin mempersulit Indonesia dengan meningkatnya konsumsi plastik dimasa pandemi, dan kota-kota berjuang untuk mengatasi lonjakan belanja online, pengiriman makanan, dan limbah medis yang tampaknya mengalirkan terus menerus plastik sekali pakai ke saluran air perkotaan. Di Jakarta, di mana tempat pembuangan sampah hampir mencapai kapasitasnya, larangan baru ini merupakan salah satu langkah penting dalam berbagai strategi yang perlu diadopsi oleh pemerintah, sektor swasta, dan konsumen untuk melawan polusi plastik.
Sebagai negara kepulauan terbesar di dunia, kekayaan sumber daya laut Indonesia menjadi jati diri dan tulang punggung ekonomi. Dengan 70% populasi tinggal di daerah pesisir, ekonomi laut menghasilkan seperempat dari PDB negara. . Polusi pada skala ini mengancam industri perikanan dan pariwisata yang bisa menghancurkan (mempertaruhkan pendapatan pariwisata tahunan lebih dari US $3 miliar) dan merusak keanekaragaman hayati laut negara yang kaya dengan habitat bakau, lamun, dan terumbu karang yang luas.
Untuk mendukung Indoneia transisi menuju Ekonomi Biru, penggunaan sumber daya laut secara berkelanjutan untuk pertumbuhan ekonomi dan mata pencaharian, sekaligus menjaga kesehatan ekosistem lautnya—Bank Dunia membantu pemerintah Indonesia mengurangi polusi plastik laut dan melindungi sumber daya alam negara yang berharga.
“Melalui Rencana Aksi Nasional, Indonesia berkomitmen untuk mengurangi sampah laut hingga 70% pada tahun 2025,” kata Nani Hendiarti, Wakil Menteri Kementerian Koordinator Kemaritiman dan Investasi. “Hal ini mempertemukan berbagai lembaga pemerintah dan kolaborasi pemangku kepentingan—dengan target yang dapat diukur untuk meningkatkan dan menyesuaikan pengelolaan limbah melalui investasi dan kebijakan di seluruh wilayah tangkapan air, wilayah pesisir, dan lautan.”
Di bawah payung Indonesia Sustainable Oceans Program (ISOP), . The Oceans, Marine Debris and Coastal Multi-Donor Trust Fund (MDTF), yang didanai oleh pemerintah Norwegia dan Denmark, adalah komponen kunci dari pekerjaan ISOP dan salah satu contoh bagaimana Bank Dunia mendukung agenda sampah laut Indonesia. Kegiatan khusus meliputi:
Bank Dunia bersama Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi menyelenggarakan lokakarya yang dihadiri Perwakilan dari pemerintah, mitra pembangunan, LSM, dan Bank Dunia. Kredit: Bank Dunia
Dukungan Kebijakan: ISOP secara aktif terlibat dalam National Partnership for Action on Plastics (NPAP)—yang menyatukan para pemangku kepentingan yang berkomitmen untuk mengurangi sampah laut—dan mendukung penyusunan NPAP Multistakeholder Action Plan yang diluncurkan pada Februari 2020. Bank Dunia sebagai mitra bersama dari Satuan Tugas Kebijakan bersama dengan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, menyediakan analisis dan memfasilitasi konsultasi multi-pemangku kepentingan tingkat tinggi untuk mengidentifikasi kebijakan plastik yang hemat biaya—sehingga mendukung tindakan yang ada seperti larangan kantong plastik dan pajak plastik.
“Bank Dunia membantu pemerintah membangun konsensus pemangku kepentingan untuk serangkaian kebijakan tegas mengurangi produksi plastik, meningkatkan program daur ulang, mengganti plastik dengan bahan alternatif, dan meningkatkan pengelolaan limbah,” jelas Ann Jeannette Glauber, Practice Manager untuk Environment, Natural Resources and Blue Economy di Bank Dunia. “Merancang kebijakan adalah satu hal, tetapi membangun kepercayaan dan komitmen antara semua orang, mulai dari pemerintah, bisnis, hingga masyarakat lokal, akan sangat penting dalam keberhasilan Indonesia dalam mengurangi pencemaran laut.”
Penelitian dan Data: Kurangnya data yang dapat diandalkan dan bukti nyata tentang sumber dan efek sampah laut menghambat efektivitas pengelolaan pesisir dan pengambilan keputusan yang tepat. Program ISOP meningkatkan analisis tentang dampak plastik laut untuk meningkatkan pemahaman tentang cara terbaik menangani masalah tersebut. Studi meliputi penilaian titik sampah laut, penilaian dasar plastik yang memasuki laut, dan pelacakan serta pemodelan pergerakan sampah laut untuk membantu menentukan jenis utama polusi plastik dan menginformasikan program penggunaan kembali atau daur ulang. Selain itu, ISOP akan segera meluncurkan studi untuk mengukur dan mengatasi masalah “jaring hantu” dan alat tangkap yang hilang di laut.