Skip to Main Navigation
ARTIKEL

Perjalanan Indonesia Meraih Dividen Digital

01 April 2016



PESAN UTAMA
  • Secara global teknologi digital telah membawa berbagai peluang baru, tetapi manfaatnya belum dirasakan secara merata.
  • Infrastruktur yang kurang, regulasi yang tumpang tindih, serta keterampilan yang tidak merata merupakan beberapa hambatan untuk perkembangan ekonomi digital di Indonesia.
  • World Development Report 2016 menyoroti potensi dan tantangan bagi negara untuk meraih dividen digital.

Jakarta, Indonesia, 1 April 2016 – Beberapa tahun lalu, dosen Novistiar Rustandi bertanya, bagaimana caranya agar lebih banyak warga Indonesia meraih gelar sarjana guna mendapatkan pekerjaan yang lebih baik.

“Gelar sarjana sekarang wajib untuk pekerjaan yang layak. Banyak yang ingin mendapatkan gelar sarjana namun tidak punya waktu atau akses untuk datang ke kelas,” kata Novistiar.

Dengan beberapa teman, Novistiar mengembangkan sebuah platform e-learning untuk membantu memecahkan masalah ini. Mereka mendirikan 'digital startup' yang menyediakan layanan kepada universitas untuk mengembangkan kelas online.

“Dosen sekarang bisa mengajar dari rumah dan siswa punya sistem belajar yang fleksibel sesuai dengan waktu mereka,” Novistiar terangkan.

Dalam beberapa tahun terakhir, banyak startup muncul di Indonesia untuk mencari peluang baru dalam ekonomi digital – isu yang menjadi sorotan 2016 World Development Report Bank Dunia, berjudul Digital Dividends.

“Teknologi digital merupakan sebuah sumberdaya baru,” kata Philips Vermonte, Direktur Eksekutif Center for Strategic and International Studies, tempat peluncuran laporan di Jakarta. “Indonesia perlu mulai memikirkan bagaimana memperoleh manfaat dari peluang ini.”

Teknologi digital telah tumbuh pesat tetapi dampak dari perkembangannya belum terasa secara umum. Secara global, empat milyar orang belum memiliki akses internet. Namun potensinya sangat besar, karena akses internet dunia terbagi secara lebih merata dibandingkan penghasilan.

Menurut laporan tersebut, untuk meraih dividen digital, akses internet harus universal, terbuka, aman, dengan harga terjangkau. Bila tidak, manfaatnya hanya dirasakan sebagian orang.

“Saat ini yang lebih banyak merasakan manfaat teknologi digital di Indonesia adalah kalangan menengah karena merekalah yang punya akses internet, serta perusahaan yang memberi layanan online,” kata Nadiem Makarim, CEO Gojek Indonesia, sebuah layanan transportasi sepeda motor berbasis apps. “Agar ekonomi digital lebih inklusif, pemerintah perlu membantu membuat akses internet tersedia bagi lebih banyak orang.”


" Teknologi digital merupakan sebuah sumberdaya baru. Indonesia perlu mulai memikirkan bagaimana memperoleh manfaat dari peluang ini. "

Philips Vermonte

Direktur Eksekutif Center for Strategic and International Studies (CSIS)

Indonesia sudah mulai bertindak untuk mengatasi kesenjangan digital dengan menyediakan infrastruktur yang lebih baik.

“Kami dalam proses mengembangkan jaringan fiber optic untuk menghubungkan semua kabupaten di Indonesia,” kata Rudiantara, Menteri Komunikasi dan Informatika. “Rencananya, pada tahun 2019 kami akan memiliki sambungan internet yang handal di seluruh daerah melalui jaringan Palapa Ring.”

Namun infrastruktur saja tidak cukup. Perkembangan ekonomi digital perlu fondasi ‘analog’ yang mencakup regulasi, keterampilan, serta institusi yang mendukung, sesuai dengan kebutuhan masing-masing negara.

“Ekonomi digital akan menghadapi masalah yang juga menghadapi ekonomi ‘analog’ dan belum sepenuhnya diatasi oleh Indonesia, yaitu terbatasnya infrastruktur, regulasi yang kurang jelas, dan perencanaan yang kurang baik,” kata Ilham Habibie, Kepala Dewan Teknologi Informasi dan Komunikasi Nasional.

Sengketa mengenai regulasi di Indonesia bukan hal baru. Belum lama ini, Jakarta mengalami unjuk rasa besar oleh pengemudi taxi; mereka menuntut pelarangan layanan taxi online karena layanan yang tidak terdaftar melanggar peraturan.

“Regulasi yang jelas sangat penting,” kata Mari Pangestu, mantan Menteri Perdagangan serta mantan Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif. “Tapi bukan regulasi yang terlalu membebani sehingga tidak ada yang berkembang."

Api
Api

Welcome