- Reformasi subsidi bahan bakar yang tepat telah membuka jalan bagi APBN 2015 yang direvisi, anggaran pertama oleh pemerintah yang baru, untuk mengalihkan alokasi belanja ke berbagai prioritas pembangunan, terutama belanja modal, yang mendapat anggaran dua kali lipat dibanding tahun 2014.
- Penerimaan berada dalam tekanan. Penerimaan dari minyak dan gas, menurut proyeksi Bank Dunia, akan menurun sebanyak 57 persen pada tahun 2015. Ini berarti kenaikan total penerimaan seperti pada tahun 2014 akan sulit tercapai, dan bertolak belakang dengan adanya kenaikan sasaran penerimaan sebesar 14,6 persen.
- Belanja modal pemerintah sepertinya tidak akan meningkat sesuai yang dianggarkan, tidak hanya karena hambatan dalam eksekusi, tapi juga akibat pengurangan anggaran di beberapa bidang untuk memenuhi batas defisit fiskal sebesar 2,5 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB). Belanja infrastruktur yang lebih besar oleh Badan Usaha Milik Negara (BUMN) bisa lebih meningkatkan investasi tetap, tetapi kuantitas dan kualitas belanja ini masih belum bisa dipastkan.
- Ekonomi Indonesia terus berada dalam tekanan akibat turunnya harga dan permintaan komoditas global, terutama dari Tiongkok, yang berkontribusi terhadap berkurangnya pertumbuhan PDB menjadi 5,0 persen pada tahun 2014. Bank Dunia memperkirakan PDB akan sedikit naik, menjadi rata-rata 5,5 persen pada 2016, karena didorong oleh naiknya pertumbuhan investasi tetap, yang dibantu naiknya belanja infrastruktur (meski masih belum mencapai sasaran). Ekpor diperkirakan akan pulih secara perlahan, dan investasi akan menaikkan impor, sehingga pada base case, net ekspor diperkirakan tidak akan menjadi pendorong utama pertumbuhan.
- Porsi besar melambannya pertumbuhan sejak tahun 2012 adalah akibat penurunan potensi tingkat pertumbuhan menjadi 5,5 persen atau kurang, dan bukan sekadar satu kali penurunan pertumbuhan akibat turunnya harga komoditas. Laporan edisi Maret ini membahas peran sektor sumberdaya alam selama periode ledakan komoditas, dan mengkaji proyeksi ke depan yang penuh tantangan. Agar sumberdaya alam Indonesia yang sangat besar bisa lebih berperan dalam pembangunan, manajemen publik yang efektif, serta kerangka kerja kebijakan yang kuat untuk membuat regulasi, akan menjadi sangat penting.
- Defisit neraca berjalan diperkirakan rata-rata masih sekitar 3,0 persen dari PDB, akibat beberapa faktor struktural, ekspor yang melemah, dan naiknya impor dengan menguatnya investasi. Turunnya harga minyak secara tajam sejak pertengahan 2014 telah mengurangi defisit perdagangan, tetapi turunnya net impor minyak diperkirakan akan tergantikan oleh semakin turunnya penerimaan dari ekspor gas.
- Harga beras melonjak pada bulan Februari, dan mengangkat masalah struktural pada pasar beras Indonesia, dimana pengelolaanya menciptakan distorsi dan terhambat oleh kurangnya data yang akurat dan tepat waktu. Consumer Price Index sudah menurun, terutama akibat turunnya harga bahan bakar minyak sejak Januari, meskipun inflasi masih tetap ada pada tingkat 5,0 persen tahun-ke-tahun.
- Seperti mata uang negara-negara berkembang lain, Rupiah mengalami depresiasi signifikan terhadap US Dollar, tetapi sejak pertengahan 2014 telah terapresiasi dalam hal perdagangan riil. Sistem penetapan harga BBM yang baru mengurangi risiko fiskal akibat semakin menguatnya US Dollar, asalkan diterapkan secara konsisten.
- Agenda besar reformasi pemerintah telah mencapai beberapa keberhasilan awal dan membawa harapan besar. Untuk mempertahankan upaya pengentasan kemiskinan serta pertumbuhan yang lebih cepat, saat ini diperlukan fokus pada aspek implementasi. Pemerintah tengah memberikan prioritas pada percepatan prosedur izin usaha, dan telah membuat momentum awal yang kuat. Tetapi Pemerintah masih menghadapi tantangan kompleks untuk bisa melanjutkan implementasi reformasi dalam langkah-langkah operasional.