Yogyakarta, Indonesia, 3 November 2014 – Ratinem, seorang petani di Jawa Tengah menjelaskan alasannya menggunakan tungku tradisional berbahan bakar kayu yang ia dapat dari kebun dekat rumah.
“Saya menggunakan tungku tradisional karena murah. Saya tidak perlu beli gas,” kata ibu tiga anak ini.
Keluarga Ratinem termasuk diantara 24,5 juta keluarga di Indonesia yang menggunakan tungku biomassa tradisional untuk memasak. Tanpa menyadari bahwa asap yang mereka hirup berdampak buruk pada kesehatan, banyak keluarga tetap menggunakan tungku tradisional untuk memasak karena dianggap lebih murah. Perempuan dan anak-anak lebih rentan terkena dampak ini karena tanpa ada yang membantu mengurus anak, anak-anak akan berada di sekeliling ibu ketika ia memasak. “Sepertinya kesehatan keluarga saya tidak terpengaruh,” kata Ratinem. “Kami semua baik-baik. Kadang anak saya batuk tapi itu hal biasa.”
Sekitar 165.000 penduduk Indonesia mengalami kematian dini akibat penyakit yang timbul dari polusi dalam rumah seperti infeksi saluran pernafasan.
Persediaan terbatas
Di wilayah pedesaan Indonesia, biomassa seperti ranting kayu bisa diperoleh dengan mudah dan gratis. Keluarga bisa mengambil ranting kayu dari dekat rumah. Kalaupun harus membeli, harganya tetap murah.
Para produsen enggan membuat tungku yang lebih baik karena hampir tidak ada permintaan dari konsumen. Akibatnya, pasar tungku ini tidak bisa berkembang. Tungku biomassa yang ada di pasar saat ini dibuat oleh produsen-produsen kecil dengan kendali mutu yang rendah.
Bila pemerintah tidak ikut mendorong masyarakat untuk menggunakan tungku yang lebih bersih, banyak keluarga akan tetap menggunakan tungku tradisional yang kotor.
Yayasan Dian Desa, yang dikelola oleh Christina Aristanti, memproduksi tungku tradisional yang lebih bersih. Yayasan ini bekerja sama dengan masyarakat meningkatkan kesadaran publik mengenai dampak buruk tungku tradisional terhadap kesehatan.
“Kita perlu meningkatkan kesadaran masyarakat mengenai pentingnya memiliki tungku yang sehat di dapur,” kata Christina Aristanti. “Kita harus mendekati keluarga agar mau mengambil keputusan penting, yakni membeli tungku yang lebih sehat. Dari hasil observasi kami, keluarga-keluarga menginginkan tungku yang murah, bersih dan mudah dipakai.”