Skip to Main Navigation
ARTIKEL

Masyarakat Desa ikut Menjaga Terumbu Karang Indonesia

06 Juni 2014



PESAN UTAMA
  • Keberadaan terumbu karang Indonesia, yang merupakan sumber utama matapencaharian masyarakat pesisir kian terancam.
  • Bank Dunia mendukung program pemerintah dalam melindungi terumbu karang dan ekosistemnya melalui berbagai upaya rehabilitasi dan konservasi.
  • Upaya tersebut telah membantu memperbaiki kondisi terumbu karang dan implementasinya akan diperluas ke beberapa wilayah lain.

Wakatobi, Indonesia, 5 Juni 2014 – Sebagai negara kepulauan terbesar, Indonesia memiliki lebih dari 5,1 juta hektar terumbu karang. Namun, hampir 65 persen terumbu karang di Indonesia terancam akibat pengambilan ikan yang berlebihan maupun penangkapan dengan cara yang merusak dan tidak memperhatikan kaedah lingkungan. Menurut Najdib Prasyad, Kepala Dinas Perikanan Wakatobi, Sulawesi Tenggara, banyak kegiatan yang merusak terumbu karang dan mengancam matapencaharian di desa: menangkap ikan dengan bom, penambangan pasir dan terumbu karang.

“Kalau terumbu karang hilang, ikan juga hilang,” kata Nadjib. “Kami tidak memiliki apa-apa kecuali terumbu karang. Jadi kita harus jaga dengan baik karena ini adalah satu-satunya sumber pembangunan daerah kami.”

Pemulihan dan konservasi terumbu karang

Pemerintah Indonesia berkeyakinan bahwa melindungi terumbu karang adalah hal yang penting. Selama lebih dari 10 tahun, Bank Dunia telah mendukung upaya konservasi pemerintah, termasuk melalui program Rehabilitasi dan Pengelolaan Terumbu Karang (Coremap). Proyek ini bertujuan memberdayakan masyarakat dan pemerintah untuk secara bersama mengelola pemanfaatan terumbu karang dan ekosistem di sekitarnya. Pulihnya terumbu karang yang rusak serta upaya konservasi yang baik akan membantu menambah hasil tangkapan ikan dan meningkatkan ekonomi setempat.

Fase kedua program melibatkan 358 komunitas pesisir di tujuh kabupaten yang terpilih berdasarkan pertimbangan komunitas berkategori miskin dan mengalami kerusakan sumberdaya pesisir yang parah.

Melalui program tersebut, masyarakat desa  membentuk daerah perlindungan laut yang dikelola bersama dengan pemerintah daerah. Nelayan setempat juga terlibat sebagai kelompok pengawas dan melaporkan kalau ada pelanggaran.

“Sebagai nelayan, waktu kami pergi memancing ikan setiap hari, kami juga mengawasi terumbu karang,” kata Hendriawan, seorang nelayan di Wakatobi. “Kalau kami melihat orang masuk daerah perlindungan laut, kami dekati dan pastikan agar mereka tidak mengganggu ikan dan pergi memancing di luar kawasan perlindungan laut kami.”

Hendriawan bergabung menjadi kelompok pengawas setelah ia menyadari manfaat adanya terumbu karang yang sehat.

“Saya bergabung menjadi kelompok pengawas karena kalau terumbu karang sehat, ikan akan banyak dan tangkapan dan pemasukan juga banyak,” katanya.

Program Coremap saat ini di arahkan untuk mendukung Coral Triangle Initiative  yang mencakup Indonesia dan lima negara tetangga dalam upaya untuk melindungi sumberdaya terumbu karang di kawasan dengan kekayaan keanekaragaman hayati laut yang terbesar di dunia.



" Saya bergabung menjadi kelompok pengawas karena kalau terumbu karang sehat, ikan akan banyak dan tangkapan dan pemasukan juga banyak "

Hendriawan

Nelayan


Meningkatkan kesadaran masyarakat mengenai pentingnya terumbu karang

Partisipasi masyarakat menjadi kunci keberhasilan Coremap. Banyak kegiatan yang merusak terumbu karang, kata Nadjib Prasyad. “Tetapi mungkin yang paling parah adalah tidak adanya kesadaran masyarakat mengenai bahaya apabila terumbu karang rusak,” katanya.

Untuk membantu masyarakat mengenal pentingnya menjaga terumbu karang, pemerintah melakukan berbagai aktivitas: sebuah acara radio rutin disiarkan di desa-desa, juga diadakan berbagai lomba dan kegiatan bersama masyarakat setempat terkait dengan perlindungan terumbu karang.

Program ini juga mendidik masyarakat sejak usia muda dengan mendukung pembuatan materi pendidikan untuk sekolah dasar dan menengah. Materi tersebut telah diakui secara resmi oleh Pusat Kurikulum Kementerian Pendidikan dan disertakan ke dalam muatan lokal kurikulum di beberapa kabupaten tempat program ini bekerja.

Banyak guru mengakui bahwa siswa sekarang memiliki kesadaran yang lebih besar untuk menjaga lingkungan hidup. Salah satunya adanya Rizki, siswa di sekolah menengah atas di Wakatobi, yang menerima hibah dari pemerintah kabupaten untuk melakukan penelitian tentang perlindungan pesisir .

Coremap menjadi inspirasinya, kata Rizki. “Saya tertarik melakukan penelitian ini karena diajar tentang lingkungan hidup khususnya perlindungan pesisir sejak sekolah dasar.”

Capaian Coremap

Menurut Nadjib Prasyad setelah Coremap berjalan, sekarang sudah terlihat perubahan besar. “Tutupan  karang telah meningkat dan padang lamun kembali tumbuh,” katanya.

Setelah fase kedua program berakhir pada tahun 2011, beberapa capaian program adalah:

  • Ditetapkannya kawasan perlindungan perairan daerah di enam kabupaten.
  • Peningkatan tutupan karang hidup secara signifikan di kawasan program.
  • Penurunan praktik penangkapan ikan illegal atau merusak sebanyak 60 persen, dari 2.220 kasus pada 2005 menjadi 880 pada tahun 2010, dengan 70 persen kasus yang berhasil diproses secara hukum.
  • Terbentuknya lembaga dan rencana pengelolaan sumberdaya terumbu karang di 358 desa.
  • Peningkatan pemasukan masyarakat di wilayah program sebesar 21 persen sejak 2008.
  • 92 persen sekolah memiliki guru yang terlatih, dengan hampir semua sekolah memiliki materi dengan bahasa setempat.

Saat ini, fase ketiga program yang dimulai pada bulan Februari 2014 memfokuskan pada institusionalisasi pendekatan Coremap  ke dalam program kabupaten dan desa – sebuah cetak biru agar terumbu karang menjadi bagian penting dalam rencana pembangunan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat pesisir. 


Api
Api

Welcome