Bencana (BNPB), Bank Dunia & UNDP total kerugian bencana Gunung Merapi diperkirakan mencapai lebih dari empat trilyun rupiah. Dalam rangka memulai proses rekonstruksi kawasan pemukiman yang hancur akibat awan panas dan lahar dingin, Bank Dunia bersama Kementrian Pekerjaan Umum, tim REKOMPAK (Rehabilitasi dan Rekonstruksi Masyarakat dan Permukiman Berbasis Komunitas) dan BNPB (Badan Penanggulangan Bencana) mengadakan lokakarya untuk fasilitator yang sebelumnya turut menangani rekonstruksi paska gempa Yogyakarta pada tahun 2006.
Lokakarya ini bertujuan memberi penyegaran ilmu bagi para fasilitator, sekaligus menjadi ajang tukar informasi terkait tahap awal pemulihan sekitar gunung Merapi. Diharapkan dari lokakarya ini, para fasilitator akan memiliki tingkat pengetahuan dan keahlian yang seragam ketika terjun di masyarakat agar proses rekonstruksi paska Merapi dapat berjalan dengan baik.
“ Dengan adanya lokakarya ini, di harapkan para fasilitator dapat memiliki pengetahuan untuk mengidentifikasi langkah langkah dan prioritas yang harus di lakukan segera untuk penanganan pasca Merapi dengan sumber daya yang ada” kata Iwan Gunawan, Spesialis Senior Manajemen Risiko Bencana dari Kantor Bank Dunia di Jakarta.
Berbagai isu dan tantangan terkait proses pemulihan mengemuka dalam lokakarya dua hari tersebut. “Selain isu hunian dan infrastruktur, permasalahan dalam rehabilitasi tanah dan penghijauan juga perlu di tangani karena banyak sekali hutan yang terbakar habis” menurut Bodi Wibowo, Tenaga Ahli & Fasilitator REKOMPAK . Di sisi lain, Yogyakarta memiliki pengalaman yang cukup untuk membangun ulang daerah terkena dampak bencana merapi. ”Secara teknis, kita siap untuk membangun daerah terkena dampak Merapi karena kita memiliki tenaga ahli dan fasilitator di lapangan yang cukup berpengalaman ketika pasca gempa 2006” kata Teguh Muhammad Abduh, Pembina REKOMPAKdari Kementrian Pekerjaan Umum.
Menurut BNPB, dengan berakhirnya status tanggap darurat bencana Merapi per 5 Desember lalu, kini status wilayah Merapi memasuki tahap awal pemulihan pasca bencana. Pengalaman rekonstruksi Yogyakarta pasca gempa 2006 menjadi bekal utama dalam membangun kembali daerah yang terkena dampak bencana Merapi.
Sebagian besar pengungsi akibat letusan Merapi tidak hanya kehilangan tempat tinggal namun juga kehilangan mata pencaharian karena selama ini mereka bekerja di sekitar tempat tinggalnya seperti petani atau peternak hewan. Umumnya kini mereka beralih profesi menjadi pengumpul material pasir dari letusan Gunung Merapi dan kemudian menjualnya. Rekonstruksi yang akan di lakukan harus juga memperhitungkan aspek taraf hidup masyarakat yang terkena dampak ketika selesai. “Sebelum gunung meletus, saya bekerja sebagai peternak telur ayam, kini semua hewan ternak saya habis. Sekarang saya bekerja dengan menjual pasir dari letusan Merapi” ujar Iwan, salah satu pengungsi.
alah satu elemen penting dalam rekonstruksi pasca gempa Yogyakarta adalah keterlibatan masyakarat dan adanya sifat gotong royong dalam pembangunan. REKOMPAK, di bawah koordinasi Kementrian Pekerjaan Umum, menjadi salah satu proyek terbesar pemerintah dalam membangun kembali Yogyakarta di tahun 2006. Menggunakan konsep pembangunan berbasis komunitas yang melibatkan masyarakat, proyek ini berjalan dengan baik karena adanya fasilitator yang menjembatani antara keinginan dan kebutuhan masyarakat dengan pihak pemerintah setempat. Rencananya sisa dana Java Reconstruction Fund (yang dikelola Bank Dunia) sekitar 3,5 juta dolar dari proyek REKOMPAK gempa tahun 2006 akan di alokasikan untuk pemulihan pasca bencana Merapi.
Seperti yang diketahui, Oktober 2010 lalu Gunung Merapi yang berjarak sekitar 30 kilometer dari Yogyakarta meletus hebat, menewaskan lebih dari 340 jiwa dan memaksa sekitar 200,000 penduduk untuk mengungsi dari desa-desa sekitar lereng gunung. Awan panas dan lahar dingin telah menghancurkan ribuan rumah dan wilayah sekitarnya.
Mengenai Proyek REKOMPAK-JRF
REKOMPAK, yang dilaksanakan oleh Kementerian Pekerjaan Umum, bertujuan untuk membangun kembali infrastruktur masyarakat dan rumah tahan gempa. Proyek ini juga memberikan bantuan pada usaha pengurangan risiko dan kesiapsiagaan dalam menghadapi bencana di desa-desa yang terkena dampak gempa bumi melalui pendekatan berbasis masyarakat. Khususnya pada tahap perencanaan, penetapan prioritas, dan pelaksanaan.
Pendanaan REKOMPAK bersumber dari Java Reconsrtuction Fund (JRF), sebuah fasilitas hibah multi donor yang berdiri sebagai tanggapan atas terjadinya gempa bumi pada bulan Mei 2006 yang melanda Provinsi Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta serta atas tsunami yang menerpa pantai selatan Provinsi Jawa Barat pada Juli 2006. Fasilitas hibah ini berdiri atas permintaan Pemerintah Indonesia, dalam rangka mendukung upaya dan prioritas pemerintah dalam merekonstruksi dan merehabilitas daerah yang terkena dampak bencana. Mandat JRF berakhir pada Desember 2011.