Hanya 53,5% perempuan usia kerja di Indonesia yang menjadi bagian dari angkatan kerja - tingkat yang jauh di bawah rata-rata 67,7% untuk wilayah Asia Timur dan Pasifik. Mengapa partisipasi angkatan kerja perempuan di Indonesia begitu rendah? Analisis baru Bank Dunia menunjukkan bahwa kurangnya layanan pengasuhan anak bisa menghambat perempuan di wilayah perkotaan dan pedesaan untuk bekerja.
Untuk meneliti pengaruh akses pengasuhan anak terhadap keputusan perempuan untuk bekerja, analisis tersebut membandingkan ibu yang tinggal di rumah bersama anggota rumah tangga (ART) berusia lanjut dengan perempuan yang tidak tinggal bersama ART berusia lanjut. ART berusia lanjut dapat menyediakan layanan pengasuhan anak informal yang meringankan beban pengasuhan.
Intisari laporan meliputi:
Bagi sebagian perempuan, beban pengasuhan anak menimbulkan kendala
- Antara usia 26 dan 28 tahun, puncaknya masa subur, persentase perempuan perkotaan yang bekerja lebih tinggi di kalangan mereka yang tinggal dengan ART berusia tua dengan selisih 10 sampai 19 poin persentase.
- Perempuan perdesaan cenderung bekerja di pertanian dan memiliki kemungkinan lebih kecil untuk bekerja di sektor formal; hal ini mempermudah kemungkinan mereka untuk bekerja sambil mengasuh anak.
- Antara tahun 2000 sampai 2014, peran nenek sebagai pengasuh utama meningkat hampir tujuh kali lipat dari angka 0,8 persen ke angka 5,7 persen. Dalam periode yang sama, peningkatan Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) perempuan hampir menyerupai pertumbuhan tersebut.
Tidak terpenuhinya kebutuhan pengasuhan anak menimbulkan biaya ekonomi dalam bentuk hilangnya pendapatan
- Di daerah perkotaan, kemungkinan untuk bekerja kembali bagi perempuan dalam rumahtangga dengan ART berusia lanjut adalah sekitar dua tahun sejak melahirkan. Sedangkan bagi perempuan dalam rumah tangga tanpa ART berusia lanjut, periode ini dua kali lebih panjang. Menggunakan data dari Survei Angkatan Kerja Nasional, diperkirakan pendapatan yang hilang akibat tidak bekerja yang berkepanjangan sebesar US$1.300 (Rp 12,2 juta).
- Di daerah perkotaan dan pedesaan, perempuan dapat kembali ke jenis pekerjaan yang berbeda tergantung pada apakah mereka dapat mengandalkan kerabat usia tua untuk mengasuh anak. Perempuan tanpa dukungan ini, kemungkinan beralih ke pekerjaan yang kurang menghasilkan uang. Di daerah pedesaan, perempuan cenderung pindah dari manufaktur ke pertanian, sementara di daerah perkotaan, dari manufaktur ke bidang penjualan. Perubahan karir ini terkait dengan hilangnya pendapatan masing-masing sekitar US$ 319 (Rp 3 juta) dan US$ 255 (Rp 2,4 juta) per tahun.
Rekomendasi kebijakan
- Di Indonesia, 67% rumahtangga dengan anak kecil tidak memiliki anggota keluarga lanjut usia, sehingga sangat mungkin ada kebutuhan layanan penitipan anak di rumahtangga ini. Mengembangkan kebijakan dan program yang memfasilitasi akses terhadap pengasuhan anak berpotensi meningkatkan partisipasi angkatan kerja perempuan.
- Kerugian akibat perubahan pekerjaan tidak bersifat sementara, dan menyoroti kebutuhan untuk menelaah kendala-kendala dalam menggabungkan peran perempuan dalam rumahtangga dan pekerjaan dengan profesi yang lebih baik.
- Penelitian ke depan perlu menelusuri hubungan sebab-akibat antara kendala pengasuhan anak dan pilihan-pilihan pasar tenaga kerja, dan menentukan kebijakan publik yang paling tepat untuk memenuhi kebutuhan perempuan akan pengasuhan anak.