Skip to Main Navigation
SINGKAT

Bank Dunia dan lingkungan di Indonesia

1 Agustus 2014


Image
The World Bank


Sebagai negarakepulauan terbesar di dunia yang terdiri dari 17.000 pulau, Indonesia membentangkan dua kawasan biogeografis – Indomelayu dan Australia - dan mendukung berbagai jenis kehidupan flora dan fauna dalam hutan basah yang asli dan kawasan pesisir dan laut yang kaya. Sekitar 3.305 spesieshewan amfibi, burung, mamalia dan reptil dan sedikitnya 29.375 spesies tanaman berpembuluh tersebar di pulau-pulau ini, yang diperkirakan mencapai 40 persen dari biodiversitas di kawasan APEC. Namun,lingkungan alam yang indah dan sumber daya yang kaya harus terus menghadapi tantangan dari fenomena alam - letaknya di Ring Api Pasifikseismik yang tinggi yang mengalami 90 persen gempa bumi dunia - maupunkegiatan manusia.

Tekanan yang meningkat dalam memenuhi tuntutan penduduk dan pengelolaan lingkunganyang tidak memadai merupakan tantangan yang merugikan rakyat miskin danperekonomian di Indonesia. Misalnya, total kerugian perekonomian akibat keterbatasan akses ke air bersih dan sanitasi yang aman setidaknyamencapai 2 persen dari PDB setiap tahun sedangkan biaya tahunan yang ditimbulkan polusi udara bagi perekonomian Indonesia telah diperhitungkan mencapai sekitar $400 juta per tahun. Biaya-biaya ini secara tidak proporsional ditanggung oleh rakyat miskin karena rakyatmiskin kemungkinan besar harus menghadapi polusi dan sulit melakukantindakan-tindakan untuk mengurangi dampaknya.

Tantangan sumber daya alam terus terjadi dan menjadi lebih rumit setelah desentralisasi.Misalnya, sektor kehutanan telah lama memainkan peranan yang sangat penting dalam mendukung pembangunan perekonomian dan mata pencaharian masyarakat pedesaan dan dalam menyediakan pelayanan lingkungan. Tetapi, sumber daya ini belum dikelola secara berkelanjutan atau adil. Untukmemperbaiki situasi ini, diperlukan sebuah visi baru yang dipimpin olehPemerintah mengenai seperti apa sektor kesehatan yang layak dan sehatdari segi lingkungan itu.

Kerangka administratif dan peraturan di Indonesia belum dapat memenuhi tuntutan akan adanya pembangunan yang berkelanjutan meskipun adanya dukungankebijakan dan pengembangan kapasitas dari pemerintah sendiri maupun dukungan dari donor internasional. Kementerian-kementerian Indonesia yang terkait dengan pengelolaan lingkungan dan sumber daya alam telah memperoleh manfaat dari kepemimpinan yang baik di tingkat nasional dan juga dari jaringan organisasi masyarakat sipil yang aktif di seluruh nusantara yang difokuskan pada masalah-masalah lingkungan, dengan pengalaman advokasi yang signifikan. Namun, memperbaiki pendekatan pengelolaan lingkungan dan sumber daya alam di Indonesia tidaklah mudah.

Kinerja yang buruk terutama disebabkan oleh dua alasan: Pertama, meskipun terdapat investasi yang besar pada kebijakan lingkungan dan sumber daya alam serta pengembangan kepegawaian, pelaksanaan peraturan dan prosedur dilapangan masih buruk dan lambat karena lemahnya komitmen instansi-instansi sektoral, rendahnya kesadaran departemen-departemen lokal dan tantangan kapasitas di semua tingkatan. Selain itu,pengetahuan tentang dampak negatif lingkungan yang diperkirakan akan terjadi dari pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan dan mekanisme bagistakeholder untuk meminta pertanggungjawaban kinerja instansi pemerintah masih lemah. Kedua, pertimbangan-pertimbangan lingkungan masih sangat minim di tingkat perencanaan dan penyusunan program,terutama dalam proses perencanaan investasi publik dan dalam rencanatata guna lahan dan sumber daya daerah


Isu utama

Masalah-masalah yang paling serius mengancam kemajuan pembangunan yang berkelanjutan di Indonesia adalah:

  • Dorongan yang keliru yang menghambat penggunaan sumber daya alam secara berkelanjutan
    Sumber daya alam memberikan kontribusi yang besar kepada PDB Indonesiadan anggaran belanja Pemerintah. Sektor pertanian, kehutanan, dan pertambangan menyumbang sekitar 25% PDB Indonesia dan sekitar 30% dari seluruh penerimaan anggaran Pemerintah (pada tahun 2005, pajakpenghasilan atas migas mencapai 7% dari pendapatan, dan penerimaan bukan pajak atas pendatan sumber daya alam mencapai 22% dari pendapatannegara). Namun, kebijakan makro ekonomi Indonesia (kebijakan pendapatanpajak dan bukan pajak serta pola perimbangan keuangan) tampaknya mendorong terjadinya pengurasan sumber daya akibat penggunaan yang terus-menerus karena melalui kebijakan-kebijakan ini pemerintahkabupaten, berdasarkan pendapatan sumber daya dan bukan kinerja ataukepengurusan, tidak memperoleh pendapatan pajak yang memadai dari usahakehutanan dan perikanan (yang terkait dengan sumber daya lain), dan tidak mengizinkan diberikannya sumbangan amal oleh individu atau badan usaha.
  • Kesenjanganantara kebijakan dan praktek setelah desentralisasi dapat memperlambatperbaikan yang signifikan pada kualitas lingkungan
    Di bawah sistem desentralisasi, kini sedang diujicoba sampai sejauh mana pemerintah daerah merasa terikat oleh garis kebijakan nasional; pelayanan sipil tidak lagi merupakan bagian dari rantai komandoterpadu, badan-badan regulator di banyak provinsi dan kabupaten kiniberada langsung di bawah perintah gubernur atau bupati yang seringkali juga menjadi penyokong proyek-proyek atau kegiatan-kegiatan yang harusdiatur. Meskipun adanya investasi yang besar pada kebijakan lingkungandan pengembangan kepegawaian, pelaksanaan peraturan dan prosedur dilapangan masih buruk. Masalah-masalah ini tidak mungkin dapat diatasi di bawah sistem desentralisasi kecuali jika pendekatan yang lebih efektif dapat dikembangkan. Banyak provinsi dan kabupaten membuat penafsiran-penafsiran baru mengenai peraturan yang ada, atau berupaya mencari prosedur peraturanyang seluruhnya baru. Meskipun sebagian inovasi ini memperkuat pengendalian lingkungan, namun sebagian besar malah mengendurkan pengendalian atau bahkan mengabaikan seluruh standar nasional.
  • Persepsi masyarakat tentang masalah lingkungan dan prioritas pembangunan Pemerintah
    Kesadaran masyarakat penting dalam upaya mengatasi masalah lingkungandi Indonesia, dari risiko bencana alam sampai konservasi biodiversitas.Warga masyarakat yang terinformasi dan sadar dapat mengambil tindakanuntuk mengatasi masalah-masalah lingkungan dan dapat membentuk kelompokuntuk peningkatan upaya penanganan di tingkat politik maupun pemerintahdaerah. Namun, di tingkat yang lebih luas, nilai-nilai lingkungan belum tertanam dengan kuat pada masyarakat sehingga mereka kurang menghargaisumber daya alam dan pelayanan lingkungan. Partisipasi dan suara dalampengambilan keputusan merupakan unsur penting dalam penyelenggaraanyang baik. Bencana-bencana lingkungan yang baru-baru ini terjadi(banjir, lumpur, kebakaran, erosi) memang telah mendorong perhatian yang lebih besar kepada masalah lingkungan, namun pengkajian lebih lanjut mengenai pengetahuan, sikap dan praktek masih perlu dilakukan untuk mengetahui sampai sejauh mana pemahaman ini mencapai masyarakat di luar pusat-pusat perkotaan, dan apa saja sarana yang paling cocok untuk membangun di atas kesadaran dasar ini.
  • Manfaat sosial, lingkungan dan ekonomi, risiko dan biaya langkah-langkah alternatif pembangunan
    Di Indonesia, kebijakan energi, praktek sektor kehutanan dan masalahperubahan iklim saling berhubungan erat. Bahan bakar fosil mendominasi konsumsi energi di Indonesia, di daerah pedesaan maupun perkotaan, danIndonesia secara bertahap sedang meningkatkan penggunaan energi yang dihasilkan oleh batu bara (sekitar 40% pada tahun 2002). Indonesia juga merupakan penghasil gas rumah kaca terbesar ketiga di dunia, yang memproduksi 80% gas rumah kaca dari perubahan penggunaan lahan selain penebangan hutan dan kebakaran hutan/gambut. Kebijakan energi nasional mendorong peningkatan pemanfaatan sumber energi yang dapat diperbaharui termasuk biomassa, panas bumi dan tenaga air. Pada saat yang sama, Pemerintah merencanakan pemanfaatan batu bara berskala besaruntuk mengurangi ketergantungan Indonesia pada impor minyak.Peningkatan pemanfaatan batu bara dapat menimbulkan dampak lingkungan negatif yang signifikan terkait dengan kandungan sulfur yang tinggi dan dampak potensial terhadap hutan akibat pembukaan lahan. Solusi energi alternatif diperlukan bagi daerah-daerah yang lebih terpencil dengan harga yang sesuai dan dukungan sektor publik.

The World Bank Environment Unit in Indonesia is working on climate finance, forest and REDD+ issues; climate policy, finance and green economy issues (including control of global pollutants); biodiversity protection, including marine, coral, and terrestrial; engagements with civil society; and safeguard analysis and support. Read more




Welcome