Palu, 24 Maret 2010 - PNPM diprakarsai oleh Pemerintah Indonesia telah mengilhami beberapa pemerintah daerah untuk mengikuti model yang akan mempercepat pengentasan kemiskinan di daerah mereka. Sebelumnya, ada BKPG (Bantuan Kesejahteraan Peumakmue Gampong) dimulai oleh Provinsi Aceh dan program RESPEK (Rencana Strategis Pembangunan Kampung) yang diprakarsai oleh Provinsi Papua dan Papua Barat. Sekarang Pemerintah Kota Palu di Sulawesi Tengah membuat program serupa bernama PDPM. Ketiga program menggunakan mekanisme PNPM di mana masyarakat menilai masalah mereka, mendiskusikan solusi, merencanakan dan melakukan kegiatan pembangunan, memantau dan memelihara pembangunan.
"PDPM diciptakan untuk melanjutkan PNPM ketika selesai," ujar Rusdi Mastura, Walikota Palu, pada saat perbincangan radio di Palu (Sulawesi Tengah) pada tanggal 24 Maret. Dana PDPM secara murni diambil dari anggaran kota (APBD). Setiap kelurahan menerima Rp115-200 juta (sekitar $12,600 sampai $22,000) untuk program pembangunan mereka. Sampai saat ini, Pemerintah Kota Palu telah menyediakan dana PDPM sebesar Rp5 miliar atau sekitar $550,000.
Berkaitan dengan PNPM, Walikota mengatakan bahwa jumlah dana PNPM yang diterima sampai saat ini adalah Rp25 miliar atau sekitar $2.7 juta. Walikota menyatakan bahwa dana ini adalah untuk membantu kota menurunkan jumlah rumah tangga miskin dari 13.000 menjadi 11.000. "Sekitar 2.000 rumah tangga telah keluar dari garis kemiskinan," katanya.
Keberhasilan ini mendorong pemerintah untuk melakukan lebih banyak upaya dalam mengentaskan kemiskinan di kota mereka. Wakil Walikota Palu, Andi Mulhanan Tombolotutu mengatakan bahwa PNPM telah mengilhami program pro-masyarakat miskin lainnya di tingkat desa. Pemerintah saat ini mengintegrasikan semua program pengentasan kemiskinan yang dilakukan oleh setiap badan pemerintah untuk memastikan bahwa program tersebut menjawab kebutuhan masyarakat.
Walikota dan timnya yakin bahwa kemitraan sangat penting dalam mencapai tujuan mereka mengentaskan kemiskinan. Kemitraan, menurutnya, diperlukan untuk menjamin keberlanjutan program. "Kami selalu berusaha untuk mengembangkan platform berdasarkan pada 3 pilar: masyarakat, pemerintah dan sektor swasta," ujar Wakil Walikota. Sektor swasta harus termotivasi untuk memberikan kontribusi terhadap program pengentasan kemiskinan. Sasarannya adalah program CSR (Corporate Social Responsibility) dari perusahaan swasta. "Dalam waktu dekat, kita akan melakukan pertemuan dengan sektor swasta untuk menyajikan program-program pembangunan kami. Lalu, kami akan meminta kontribusi mereka," jelas Walikota.
Namun, ia menyadari bahwa untuk mendapatkan dukungan dari sektor swasta, transparansi dan pertanggungjawaban pelaksanaan program harus terjamin. Arifudin Tahawila, Koordinator BKM (organisasi masyarakat) dari Desa Lambara, menyatakan bahwa membangun kepercayaan sangat penting untuk mendapatkan mitra. "Sejak awal, kami melatih masyarakat dalam mengembangkan dan menjual proposal kepada lembaga-lembaga lain. Kami datang sebagai BKM dan menjamin kualitas transparansi dan pertanggungjawaban. Mengapa? Karena BKM dipilih oleh masyarakat, bukan ditunjuk oleh pemerintah, maka mitra mempercayai kami. " Arifudin mengakui bahwa BKM tidak pernah mengalami masalah apa pun dalam bekerja dengan lembaga-lembaga lain.
Bermitra dengan sektor swasta, menurut Wakil Walikota, mendorong pemerintah dan BKM mengetahui secara jelas apa yang mereka butuhkan. "Untuk mendapatkan dukungan dari mereka, kita harus mengetahui dengan jelas apa yang kita butuhkan. Saya yakin mereka akan bertanya, bagaimana mereka dapat berkontribusi. Jika kita tidak dapat menjawab pertanyaan ini, akan sulit bagi mereka untuk membantu kita." Oleh karena itu, penguatan entitas masyarakat dan pembangunan kapasitas harus dilakukan secara intensif.
Di masa mendatang, Walikota memiliki harapan lebih besar dari BKM. "BKM harus memainkan peran yang lebih penting. Saya ingin BKM untuk memfasilitasi masyarakat dalam mendapatkan bantuan dari lembaga-lembaga lain seperti bank dan sektor bisnis," ujarnya.
Selain kemitraan, Pemerintah Kota Palu berencana untuk memperkuat lembaga-lembaga pemerintah dalam mengelola program-program pengentasan kemiskinan, penguatan PDPM kompetitif di antara desa dan penstandaran data kemiskinan. Selain itu, evaluasi terhadap harmonisasi program ini akan dilakukan secara rutin.
Agustina, penerima manfaat program yang menghadiri perbincangan berbicara tentang manfaat yang ia dapatkan dari program ini. "Sebelumnya, saya mempunyai masalah dalam mendapatkan dana untuk usaha kecil saya. Saya menjual nasi kuning di sekolah. Saya meminjam uang dari koperasi tapi bunganya sangat tinggi. Akhirnya, saya mendapat dana dari PNPM Perkotaan. Pada awalnya saya hanya menerima Rp500.000 ($55) tapi sekarang usaha saya menjadi lebih besar, senilai Rp6 juta ($660)," katanya. Koperasi adalah usaha ekonomi di desa.
Mengenai PNPM Mandiri
Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri adalah program nasional dalam bentuk kerangka kebijakan sebagai dasar dan acuan pelaksanaan pemberdayaan masyarakat berbasis program penanggulangan kemiskinan. Program ini diluncurkan oleh Pemerintah di Palu pada tahun 2007 dan akan dilaksanakan sampai dengan tahun 2015, sejalan dengan target waktu pencapaian MDG (Tujuan Pembangunan Milenium). Untuk periode 2007 - 2015, modal kemandirian masyarakat diharapkan telah tercapai sehingga kesinambungan program dapat diwujudkan. Pelaksanaan PNPM Mandiri dimulai dengan Kecamatan Development Program (KDP).
Tujuan PNPM Mandiri adalah untuk meningkatkan kesejahteraan dan kesempatan kerja masyarakat miskin secara mandiri, dengan meningkatkan partisipasi dan kapasitas masyarakat untuk menyelesaikan berbagai permasalahan terkait dengan upaya meningkatkan kualitas hidup, kemandirian dan kesejahteraan mereka menggunakan potensi sosial dan ekonomi mereka secara efisien.